KedaiPena.Com- Indonesia sangat menghormati integritas kedaulatan negara lain. Oleh karena itu , Indonesia yang merupakan salah satu angota negara non-blok memilih bersikap netral terhadap konflik antar negara dalam hal ini yang terjadi dengan Rusia dan Ukraina.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Anton Sukartono Suratto merespons langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghubungi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Dalam kesempatan itu, Presiden Ukraina mengaku diundang oleh Jokowi ke acara G20 yang digelar di Indonesia akhir tahun nanti.
Selepas menghubungi Zelensky, mantan Wali Kota Solo tersebut juga menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin. Jokowi dalam kesempatan tersebut, meminta agar Putin dapat menghentikan perang di Ukraina saat ini.
“Dan hal ini ditunjukkan melalui sikap politik luar negeri kita dengan tidak berhenti berupaya untuk memberikan keyakinan bahwa perdamaian adalah hal yang terbaik,” papar Anton sapaanya, Sabtu, (30/4/2022).
Anton menerangkan, sebelum terjadinya perang antara Rusia – Ukraina, Indonesia konsisten meminta agar semua pihak tetap mengedepankan perundingan dan diplomasi untuk menghentikan konflik mengutamakan penyelesiaan damai.
“Menurut saya, pada hakekatnya integerasi kedaulatan negara lain merupakan bentuk integrasi geologi dan integrasi bernegara di dunia intenasional dengan cara menghormati hukum internasional dan menjaga perdamaian dunia. Hal ini merupakan salah satu tantangan Indonesia selain integrasi melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia sesuai Pancasila dan pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yang memberi arah pertanggung jawaban terhadap pelaksanaan proklamasi kemerdekaan dengan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” papar Anton.
Dengan demikian, kata Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat (Jabar) ini menilai, sikap Indonesia meminta penghentian serangan menggunakan senjata oleh Rusia ke Ukraina merupakan salah satu bentuk untuk melaksanakan ketertiban dunia.
Hal ini, tegas Anton, termasuk sikap Indonesia yang abstain pada keputusan mengeluarkan Rusia dari dewan HAM PBB terkait dugaan pelanggaran HAM oleh Rusia di Ukraina sebelum ditemukan bukti-bukti yang jelas pada resolusi majelis umum PBB.
“Tidak ikut memberikan sanksi pada Rusia, merupakan salah satu bentuk melaksanakan ketertiban dunia,” tegas Anton.
Anton turut memberikan pandangannya, atas sikap tegas dan netral Indonesia selaku Presidensi G20 tahun ini tidak bisa memenuhi keinginan sejumlah pihak untuk mengucilkan salah satu anggota G20.
“Indonesia menunjukkan sikap tegas dan netral dan bertindak imparsial dengan menolak desakan beberapa negara barat untuk tidak mengundang Rusia pada acara tersebut. KTT G20 merupakan ajang pertemuan internasional membahas perekonomian global akibat dampak pandemi bukan merupakan ajang penyelesiaan konflik Rusia- Ukraina,” papar Anton.
Anton melanjutkan, dengan mempersiapkan penyelengaraan G20 sebaik mungkin akan menjadi momentum Indonesia meredakan konflik Rusia dan Ukraina saat ini.
Anton menegaskan, Indonesia perlu berargumen untuk meperekat negara di dunia adalah ekonomi dan ketangguhan ekonomi dunia tergantung dari situasi global yang kondusif.
“Walaupun Indonesia berhak mengundang siapapun dalam KTT G20 termasuk Ukraina, namun KTT G20 harus tetap fokus agar negara anggota G20 sedianya bekerjasama untuk menciptakan instabilitas dan kemakmuran bersama dan tidak terbawa arus perang dingin antara barat dan Rusia yang dapat menciptakan keretakan lebih jauh di forum ekonomi tersebut,” pungkas Anton.
Laporan: Muhammad Hafidh