Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, mantan wartawan, pemerhati sejarah.
Rumor reshuffle di hari “keramat” Rabu Pon yang katanya bakal menyasar tiga menteri Nasdem di kabinet sampai hari ini ternyata hanya omong kosong belaka.
Sehingga makin menjelaskan Jokowi ternyata memang lebih mengabdi kepada kepentingan LBP dan Surya Paloh ketimbang Megawati.
Dalam kontestasi Pilpres 2024 misalnya Jokowi juga lebih memilih meng-endorse Ganjar, Erick, Yusril, Airlangga, dan Prabowo, untuk jadi capres ketimbang meng-endorse Puan Maharani.
Itulah sebabnya banyak kalangan berkesimpulan, sebagai petugas partai yang ditunjuk jadi presiden oleh Megawati Jokowi sebenarnya tidak membantu memperbaiki citra PDIP di mata publik.
Secara head to head bisa dikatakan soal reshuffle ini adalah soal PDIP dengan Nasdem. Terutama karena menteri-menteri Nasdem memang bermasalah.
Kebijakan kader Nasdem yang menjadi menteri pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang tergila-gila melakukan impor pangan dan ketidakmampuannya meningkatkan produksi pangan serta sarat dengan konflik kepentingan, ternyata semakin menyulitkan PDIP untuk membangun citra sebagai partai wong cilik yang pro petani.
Disusul pula oleh kelakuan yang sama dari menteri perdagangan Zulkifli Hasan, ketua umum PAN, yang juga gila impor dan tak mampu mengendalikan kenaikan harga-harga kebutuhan di masyarakat.
Sebagai partai yang mengusung ajaran Sukarno yang antara lain mengidamkan kemandirian sektor pangan PDIP dan Megawati secara langsung terkena dampak buruknya. Karena PDIP merupakan partai utama pendukung pemerintahan Jokowi.
Faktor buruk lainnya yang menyeret PDIP menjadi kian terpuruk ialah ambisi Jokowi membangun “kerajaan keluarga” dengan menunjuk anak, menantu, adik ipar, jadi walikota hingga Ketua MK. Selain bisnis Kaesang yang fantastis tapi penuh kejanggalan.
Ini bertolak belakang dengan karakter Sukarno yang anti feodalisme yang tatkala 22 tahun berkuasa tak membangun kerajaan keluarga. Bahkan pada masa Orde Baru Megawati malah dizolimi. Demikian pula PDIP yang berakar dari PNI esensinya egaliter dan terbuka.
Dalam konteks menegakkan ajaran Sukarno reshuffle tiga menteri Nasdem di kabinet seharusnya didorong oleh PDIP, agar Sukarnoisme tidak terus tercoreng, dan Jokowi sudah terbukti merupakan petugas partai yang tidak berkompeten.
Secara umum menteri-menteri Jokowi juga bermasalah, penuh konflik kepentingan dan banyak yang menggunakan jabatan untuk memperkaya diri, keluarga, dan kelompok, serta tidak fokus dalam mengurus rakyat. Jika demikian halnya siapakah yang harus mempertanggungjawabkan situasi buruk seperti ini ?
Kata orang, ikan busuk dimulai dari kepalanya. Dalam konteks ini semua mafhum siapa yang dimaksud. Maka wajar jika kini mayoritas rakyat semakin menginginkam Jokowi mundur secepatnya.
Dalam pandangan tokoh nasional Dr Rizal Ramli yang ditulis di akun twitter-nya belum lama ini:
“Indonesia akan lebih damai dan maju apabila Presiden Jokowi tidak memimpin republik ini. Masyarakat akan damai apabila Jokowi lengser dari jabatan presiden”.
[***]