KedaiPena.Com – Setelah bersumpah dan dilantik MPR-RI menjadi Presiden RI Periode 2019-2024, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato awal masa jabatan di hadapan Sidang MPR RI, Minggu (20/10/2019).
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pada tahun 2045, seabad Merdeka, Indonesia harus telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah.
“Cita-cita kita pada tahun 2045 Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita Rp324 juta/tahun atau, Rp27 juta/bulan. Itu yang menjadi target kita,” tegas Presiden Jokowi.
Presiden juga menegaskan bahwa pada tahun 2045 itu, Produk Domestik Bruto (PDB) harus bisa mencapai 7 triliun dollar AS dan menjadi negara lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan 0 persen.
“Kita harus menuju ke sana. Kita sudah kalkulasi target tersebut sangat masuk akal dan sangat memungkinkan untuk dicapai. Tapi semua tidak datang otomatis dengan mudah, tapi harus disertai kerja keras. Dan kita harus kerja cepat. Harus disertai kerja produktif bangsa kita,” tegasnya.
Menanggapi optimisme Presiden Jokowi tersebut, peneliti dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra memandang mungkin saja pendapatan perkapita Rp324 juta/tahun di tahun 2045 bisa dicapai.
“Tetapi dengan syarat mutlak, Presiden tidak bisa lagi menggunakan tim ekonomi kabinet periode lalu yang telah terbukti hanya sanggup memberikan pertumbuhan ekonomi 5%,” tegas Gede.
Menurut Gede, dirinya sudah melakukan simulasi perhitungan. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,1% pertahun, maka untuk dapat mencapai pendapatan perkapita Rp324 juta per tahun maka pertumbuhan ekonomi harus di kisaran 7,5%-8% setiap tahunnya sejak 2019 hingga 2045 atau selama 26 tahun.
“Karena bila pertumbuhan ekonomi kita lagi-lagi hanya stabil di 5%, maka di tahun 2045 pendapatan perkapita kita hanya Rp 156 juta/tahun. Hanya separuh dari mimpi Pak Jokowi,” jelas Gede.
Demi mewujudkan cita-cita sesuai pidatonya tadi, Gede menyarankan Presiden Jokowi agar benar memilih ekonom yang sanggup dan berpengalaman untuk naikkan pertumbuhan ekonomi hingga 7,5%-8%.
“Jangan ada lagi tempat di kabinet bagi ekonom yang sudah berpuas diri hanya dengan pertumbuhan 5%,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan