PRESIDEN Joko Widodo patut dan pantas dimakzulkan jika tidak memberhentikan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang telah berstatus terdakwa dalam kasus penistaan agama dengan ancaman hukuman penjara selama lima tahun.
Pemberhentian Ahok itu adalah amanat Undang-undang. Sebagaimana tertuang dalam pasal 83 UU Pemerintah Daerah (Pemda) Nomor 23 tahun 2014. Presiden Jokowi wajib melaksanakan Undang-undang tersebut. Jika tidak patuh pada perintah UU, maka dianggap melanggar UU dan patut dimakzulkan.
Menurut Prof Mahfud MD dan Prof Romli Atmakusumah, jika Jokowi tidak berhentikan Ahok dianggap melanggar 2 Undang-undang. Pelanggaran UU itu punya konsekuensi politik di DPR yang mulai merespon pelanggaran UU tersebut.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI mengancam akan menggulirkan hak angket. Hak angket ini memang perlu digulirkan jika Presiden Jokowi tidak patuh menjalankan UU. Negara ini tidak boleh di atur dengan cara semena-mena. Kita akan menjadi negara bar-bar jika berjalan tanpa mematuhi UU.
Jika hari ini tanggal 12 Februari Ahok diaktifkan kembali sebagai Gubernur DKI karena telah habis masa cuti kampanyenya, maka pelanggaran itu nyata dan terbukti. Karena Ahok sudah berstatus terdakwa.
Seorang gubernur atau wakil gubernur yang sudah berstatus terdakwa dan diancam dengan hukuman penjara selama 5 tahun maka wajib di berhentikan. Itu perintah Undang Undang.
Jika Presiden dan juga Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak mengindahkan dan tidak mematuhi UU Pemda sebagaimana di sebutkan di atas, maka tindakan Presiden dan Mendagri itu telah nyata langgar UU. Pelanggaran UU itu punya konsekwensi Politik.
Maka wajar dan pantas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) menggelar Hak Angket soal pelanggaran UU Pemerintah Daerah Pasal 83 Nomor 23 Tahun 2014 sebagai pelaksanaan fungsi kontrol dan pengawasan atas jalan nya pemerintahan.
Publik pasti tidak tinggal diam membiarkan pemerintahan Joko Widodo lakukan penggaran UU se enak nya. Publik pasti memberikan dukungan atas hak2 konsitusionalnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) untuk menggelar Hak Angket.
Oleh: Muslim Arbi, Koordinator, Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (Galak)