KedaiPena.Com- Juru Bicara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Farhan Abdillah Dalimunthe menanggapi viralnya pernyataan Presiden Jokowi baru-baru ini yang meminta rakyat aktif memberikan kritik ke pemerintah.
Menurut Farhan, pernyataan Presiden Jokowi kontras dengan realitas yang terjadi selama ini. Ia mengingatkan tentang banyaknya kasus pembungkaman terhadap masyarakat yang mengkritik pemerintah, khususnya dari kalangan aktivis.
“Ada jarak antara pernyataan Presiden yang meminta dikritik dengan realitas di masyarakat dimana orang jadi takut untuk menyampaikan kritik. Hari ini kita dibayang-bayangi kekhawatiran diciduk oleh aparat karena menyampaikan aspirasi. Sudah berapa banyak aktivis yang ditangkap karena mengkritik kebijakan-kebijakan Pemerintah belakangan ini”, ungkap Farhan, Selasa, (16/2/2021).
Dia menilai penangkapan aktivis yang terjadi beberapa waktu sebelumnya karena mengkritik pemerintah justru terkesan membungkam kritik.
“Mungkin masih segar diingatan kita tentang kasus 3 aktivis lingkungan yang juga aktivis Aksi Kamisan; Ahmad Fitron Fernanda, M Alfian Aris Subakti dan Saka Ridho, kemudian Ravio Patra serta musisi Jerinx yang ditangkap dengan jeratan UU ITE karena mengkritik kebijakan pemerintah menangani pandemi virus Covid-19”, sebut Farhan.
Farhan juga berharap Presiden Jokowi belum melupakan kasus penangkapan yang dilakukan terhadap mantan dosen Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet, dan Jurnalis sekaligus Aktivis HAM Dandhy Laksono pada tahun 2019.
Robet diperkarakan pada 2019 karena melakukan orasi sembari bernyanyi mengkritik militer di depan Istana Negara dan Dandhy ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan ujaran kebencian.
“Aktivis di era Jokowi sudah merasakan betul bagaimana pasal karet UU ITE digunakan untuk membungkam kritik yang mereka lakukan lewat media sosial. Hal ini sekaligus membuat siapa saja berpikir bahwa kebebasan berpendapat di negeri ini perlahan mulai dihilangkan”, ungkap Farhan.
Sebelumnya, Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif menyampaikan kritik ke pemerintah terhadap layanan publik.
“Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrai. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan”, kata Jokowi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/02/2021).
Aktivis Mahasiswa yang juga menjabat sebagai Ketua Eksekutif Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jawa Timur tersebut meminta agar Pemerintah benar-benar serius memperbaiki kualitas demokrasi yang cenderung menurun belakangan ini.
“Pernyataan pemerintah untuk minta dikritik ini merupakan narasi seolah-olah. Seolah-olah pemerintah terlihat demokratis padahal sebaliknya. Rakyat sudah kapok dengan basa-basi pemerintah”, ujar Farhan.
Berdasarkan data Laporan Indeks Demokrasi 2020 yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3. Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.
Berdasarkan skor yang diraih tersebut Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.
Ada lima indikator yang digunakan EIU dalam menentukan demokrasi suatu negara, antara lain proses pemilu dan prularisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.
Menanggapi ini, Farhan mengatakan bahwa laporan tersebut jangan dijadikan isapan jempol belaka. Pemuda 23 tahun ini berharap kanal demokrasi tidak hanya dinilai sebatas pemberian suara disaat Pemilu tapi justru ditutup setelah itu.
“Sebagai temannya Wiji Thukul pasti Pak Presiden ingat dengan puisi Peringatan. Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat pak. Beberapa kali demonstrasi besar dan kritik-kritik sudah disampaikan masyarakat untuk menyikapi kebijakan Pemerintah, nyatanya seringkali diabaikan dan direpresi. Keputusan Pemerintah tetap jalan terus walaupun banyak mendapat kritik”, pungkas Farhan.
Laporan: Sulistyawan