Artikel ini ditulis oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Ajal kekuasaan Jokowi tinggal menghitung mundur. Meski pernah dan kuat wacana penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan, akan tetapi wacana itu semakin meredup seiring Jokowi aktif untuk mendukung atau mengkondisikan Capres pilihannya. Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Kecenderungan terkuat nampaknya kepada Ganjar Pranowo. Meski dengan terpaksa.
Mengapa terpaksa? Karena Jokowi kehilangan momentum untuk menjadi penentu atas Ganjar Pranowo sang jagoan awal yang kemudian ia tinggalkan saat tergoda untuk melirik Prabowo. Sementara Megawati merebut Ganjar atas dasar kalkulasi untuk masa depan PDIP. Meski harus mengorbankan karier dekat puterinya Puan Maharani. Ganjar yang direbut paksa membuat shock Jokowi. Ia limbung.
Meski Jokowi mencoba memperbaiki posisi tetapi Ganjar kini sudah milik Megawati dan PDIP. Jokowi menjadi bukan penentu tetapi penyerta saja bahkan singgasana pun harus direlakan untuk dimanfaatkan.
Jokowi panik menjelang tumbang. Tumbang normal pada tahun 2024 dan atas kecelakaan jika harus lengser sebelum 2024. Dua hal yang mungkin terjadi dalam proses politik.
Kepanikan jika harus meninggalkan Istana pada tahun 2024 adalah ketidakpastian jaminan akan diri dan keluarga pasca tidak berkuasa. Jikapun Ganjar menjadi Presiden, Jokowi akan tetap berat berhadapan dengan tuntutan rakyat atas hutang dan beban berbagai kebijakan politiknya. Ganjar Pranowo yang berada di bawah kendali Megawati potensial melepas Jokowi tanpa perlindungan.
Itu jika Ganjar sebagai pemenang. Nah jika ternyata Anies Baswedan yang justru menjadi Presiden, maka lebih celaka lagi bagi Jokowi. Anies Baswedan akan didesak oleh rakyat untuk mengaudit kekayaan Jokowi dan memproses hukum atas berbagai pelanggaran yang dilakukan selama menjabat sebagai Presiden.
Kepanikan terbesar adalah jika ada tekanan rakyat yang meminta dirinya mundur atau mungkin dimundurkan segera. Gaung pemakzulan yang akan menggema.
Manuver politik menuju 2024 yang dilakukan Jokowi semakin tak terkendali. Bergerak di antara usaha “menyingkirkan” Anies, merebut kembali kendali atas Ganjar serta mengobati dan memulihkan kepercayaan “penghianatan” kepada Prabowo.
Berbagai manuver tak terkendali akan menjadi boomerang. Menggali kuburan sendiri untuk mengisinya lebih cepat.
Blunder politik akan mempertajam perpecahan internal di lingkungan Istana. Publik sudah tahu dan bisa membaca antara Megawati dan Jokowi sebenarnya “tidak akrab” begitu juga dengan partai koalisi yang sedang bergerak sendiri-sendiri mencari posisi. Ketaatan pada Jokowi hanya basa-basi.
Ketika mengumpulkan partai koalisi di istana ia menyatakan tidak melanggar konstitusi karena bertindak sebagai politisi. Ia lupa jika sebagai politisi memanfaatkan fasilitas negara itu yang disebut sebagai melanggar konstitusi. Masuk kategori “perbuatan tercela” yang menjadi elemen untuk impeachment.
Manuver terdekat Jokowi adalah Musra relawan tanggal 14 Mei 2023 di GBK Senayan. Disebut sebagai puncak Musra. Jokowi akan hadir untuk memberi komando. “Kita tunggu bersama apa yang akan diperintahkan Jokowi kepada kami semua di acara puncak Musra”, kata Budi Arie Setiadi Ketum DPP Projo. Kehadiran Jokowi dipastikan oleh DPP Projo tersebut.
Kebingungan Jokowi menjelang tumbang akan terbaca dari perintah di Musra besok. Jika diarahkan untuk dukung Ganjar sebagai Capres maka itu pertanda Jokowi sudah sesak nafas berada di bawah arus kuat komando Megawati “pemilik” Ganjar Pranowo. Jika semangat mendorong Projo agar mendukung Prabowo, maka itu indikasi bahwa perpecahan elit politik Istana sudah semakin nyata.
Memang kalau seseorang sudah mendekati ajal maka saat “sakaratul maut” ia meronta-ronta dengan tak jelas pegangan. Penuh ketakutan dan kekhawatiran akibat dosa-dosa yang bertumpuk. Pak Jokowi tidak terkecuali. Meronta menjelang tumbang.
Bandung, 12 Mei 2023
[***]