SETELAH serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh Presiden Jokowi kepada para pembantunya sendiri terkait mangkraknya pembangunan kilang, akhirnya kemarahan Presiden Jokowi membuahkan hasil. Para menteri kabinet jilid II ketar-ketir sehingga mengambil keputusan dadakan menghidupkan kilang yang sudah mati bertahun tahun.
Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian, serta Menteri BUMN akhirnya sepakat membangkitkan kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dari kubur, setelah kilang ini mati suri, meninggalkan utang yang sangat besar, dan meninggalkan kasus mega korupsi puluhan triliun rupiah dan berbagai masalah lainnya.
Para menteri akhirnya dapat membuktikan kepada Presiden Jokowi bahwa mereka dapat mengadakan kilang dalam lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengancam akan mengganggu mafia impor migas yang dituduhkannya sebagai penyebab defisit neraca transaksi berjalan. Presiden tampaknya memandang bahwa mafia migas merupakan biang kerok yang menghambat pembangunan kilang migas.
Sehingga presiden dengan keras mempertanyakkan mengapa pembangunan kilang ini tidak mengalami perkembangan sama sekali. Bahkan 1% pun tidak ada progres selama lima tahun terakhir.
Namun tak ada yang menyangka muara dari kemarahan Presiden Jokowi ternyata Pertamina yang harus merogoh kantong membeli TPPI. Ini tentu mengagetkan banyak pihak karena mirip bailout terhadap perusahaan yang bangkrut dan tak mungkin normal. Mengapa? Karena TPPI masih terbelit masalah hukum.
Pemilik TPPI sampai saat ini masih buron alias melarikan diri dan telah ditetapkan sebagai tersangka atas korupsi jumbo senilai Rp35 triliun.
Selain terbelit kasus mega korupsi, TPPI juga terjerat utang kepada ratusan kreditor termasuk utang TPPI triliunan rupiah kepada PT Pertamina, kepada SKK Migas, dan utang kepada Menteri Keuangan. Ke depan Pertamina-lah yang harus membayar semua itu.
Sampai sekarang Pertamina belum mengemukakan alasan mengapa TPPI layak untuk diambil alih secara bisnis. Penjelasan ini perlu mengingat kilang ini jelas merupakan kilang yang sudah mati suri, tidak menguntungkan secara bisnis, apalagi dengan beban utang yang begitu besar. Pengambil-alihan kilang TPPI sudah pasti akan semakin memperparah keuangan Pertamina.
Apalagi jika Pertamina memaksakan diri menggunakan dana hasil utang untuk membeli TPPI, maka ini akan semakin memperparah posisi utang Pertamina yang sekarang sudah membengkak.
Alasan membangkitkan TPPI dari “kuburan” memang merupakan kepentingan pemerintah. Konon menghidupkan TPPI menurut pemerintah akan menghemat impor migas dan petrokimia puluhan triliun.
Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2019 tentang Penambahan PMN Indonesia ke dalam modal saham PT Tuban Petrochemical Industries, induk holding TPPI.
Ekonom Faisal Basri juga mendukung pemerintah menghidupkan kembali TPPI untuk menghemat devisa negara.
Lalu bagaimana dengan sinyalemen kilang TPPI sudah mangkrak dan tak terdengar kabar beritanya.
Usianya juga sudah 25 tahun, aset asetnya banyak yang dikorupsi, utangnya tak pernah dapat dibayar. Selama bertahun-tahun berada di tangan negara (Perusahaan Pengelola Aset /PPA dan Menteri Keuangan), perusahaan ini tak dapat disehatkan karena masalahnya begitu banyak.
Apakah mungkin bisa dihidupkan kembali oleh Pertamina menjadi normal dan menguntungkan?
Sementara Pertamina harus menanggung beban keuangan akusisi Tuban Petro Industries (TPI) induk holding TPPI senilai Rp. 3,1 triliun. Selain itu harus menanggung beban utang jumbo.
Hingga Desember 2018, utang TPPI mencapai US$ 888 juta. Angkanya terus meningkat hingga kini diperkirakan telah menembus US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun pada Oktober lalu. Sebagian besar utang tersebut kepada Pertamina sekitar USD 500 juta.
Sebagai informasi, Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) didirikan pada tahun 1995 dengan Modal awal Rp 4,435 triliun. TPPI disita pemerintah lantaran Grup Tirtamas pemilik TPPI terlilit utang Rp3,2 triliun kepada sejumlah bank saat krisis moneter.
Kemudian pemerintah membentuk Tuban Petro tahun 2001 untuk penyelesaian utang PT Tirtamas Majutama.
Namun dibawah BPPN, TPPI tidak membaik. Malah sebaliknya korupsi merajalela. Salah satunya adalah korupsi kondensat diduga menyebabkan kerugian negara hingga 2,716 miliar dolar AS. Pemilik TPPI Honggo Wendratno, melarikan diri alias buron.
Oleh: Pengamat Migas Salamudin Daeng