KedaiPena.Com – Komitmen Presiden Joko Widodo membangun infrastruktur cukup baik. Terbukti dengan banyak proyek yang dibangun oleh Jokowi. Namun, begawan ekonomi Rizal Ramli memberi catatan terhadap proyek-proyek infrastruktur itu.
“Bahkan dalam sebuah proyek infrastruktur, Presiden Widodo bisa sampai delapan kali menengok proyek, sudah kayak mandor. Tapi sayang, proyek yang dibangun ternyata menyiasakan malah. Saya menyebut sebagai masalah trauma,” kata RR, sapaannya, setelah diskusi publik Forte di Tebet, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Trauma pertama adalah ‘over supply’. Terlalu banyak proyek yang belum pada waktunya. Seperti proyek listrik 35 ribu watt. Karena kalau terbangun PLN pasti merugi karena memakan biaya yang begitu mahal.
“Lalu juga seperti monorail Palembang. Subsidinya itu satu bulan Rp9 miliar. Kemudian jalan tol pantura disubsidi Rp300 miliar per tahun. Sehingga 10 tahun baru beres subsidi,” lanjutnya.
Kemudian ‘over price’. Adanya ‘mark up’ anggaran proyek yang kebanyakan dilakukan oleh BUMN. Trauma ketiga adalah ‘over borrowing’ dan BUMN akhirnya ngutang. Sementara, ‘revenue’ BUMN kecil.
“Sekali lagi saya hormati salut sama ‘all out’ Jokowi. Niatnya bagus, tapi banyak yang dibangun tapi menyisakan trauma. Pemerintahan mendatang jangan ulangi kesalahan ini,” sambungnya.
Ia pun mengatakan, tiga trauma tersebut bisa terjadi karena tidak ada perencanaan yang baik. Tahap ‘planning’ di-‘by pass’ sesuai selera penguasa.
“Pemerintah harus merencakanan. Bappenas diperkuat biar tidak ‘over supply’, ‘over price’ dan ‘over borrowing’,” tandas Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur.
Rizal Ramli sebelumnya juga mengatakan, dahulu fungsi perencanaan Indonesia kuat sekali. Tetapi tahun 2003, Bank Dunia melobi agar fungsi perencanaan dihapuskan. Karena dalam dunia kapitalis itu tidak ada perencanaan, yang ada hanyalah budget (penganggaran) saja.
Sehingga, dalam UU Keuangan tahun 2003, fungsi perencanaan dialihkan ke dalam skema keuangan. Rizal berharap siapapun yang berkuasa ke depannya harus menjalankan kembali fungsi perencanaan. Sebab, mazhab konstitusi Indonesia masih berada di tengah.
“Malaysia maju itu karena ada perencanaan. Bahkan Cina juga karena perencanaan. Tentu, perencanaannya berbeda dengan sosialis yang harus melibatkan swasta. Tapi, jika kita tidak merubah sudut pandang pembangunan infrastruktur, maka masalah akan muncul kembali,” pungkas Rizal.
Laporan: Muhammad Hafidh