KedaiPena.Com – Gesekan yang terjadi karena polemik pro dan kontra gerakan #2019GantiPresiden harus dihentikan. Kedua belah pihak termasuk pasangan capres dan cawapres harus berani untuk berdamai dan menghentikan kegaduhan tersebut.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) Poempida Hidayatulloh saat memberikan pandangannya terkait gesekan massa pro dan kontra #2029GantiPresiden.
“Yang harus kita lihat sebenarnya untungnya (gesekan) bagi bangsa ini apa. Dalam keadaan yang agak mengkhawatirkan mungkin kedua belah pihak harus benar-benar maju dan tampil bersama untuk stop hal ini dan legowo,†ujar Poempida saat berbincang dengan KedaiPena.Com, Selasa (28/8/2018).
Poempida menuturkan bahwa penyelenggaraan pilpres kali ini haruslah dibuat sejuk tanpa memecah-belah bangsa.
“Buat pilpres baru yang bersejarah yang tidak ada baper, persoalan dan sakit hati. Jadi saya minta keempat-empatnya (pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi) untuk menjadi negarawan pada saat ini,†imbuh Poempida.
Poempida menerangkan, perdebatan dan perpecahan yang disebabkan oleh hastag ganti presiden 2019 saat ini tidak akan menghasilkan apa-apa. Ia mengibaratkan perdebatan yang terjadi saat ini selayaknya pertarungan tinju yang tidak dilakukan di dalam ring.
“Ibaratkan begini kalau misalnya Muhammad Ali dan Joe Frazier bertarung pada ring tinju ada yang diperebutkan. Kalau berantem diluar apa yang diperebutkan?,†sindir dia.
Poempida melanjutkan, bahkan dalam konteks perperangan zaman dulu di kisah Mahabharata perang itu dilakukan saat matahari terbit sampai tenggelam, ketika malam perang tidak dilanjutkan. Analogi ini dimaksudkan Poempida bahwa sedianya massa pendukung capres-cawapres seharusnya bersabar menunggu sampai massa kampanye tiba.
“Kita sebagai manusia modern yang menghargai HAM, norma seutuhnya harus dapat mengadu gagasan. Tapi kok ini tidak bisa kita atur atau menunggu sampai saat kampanye tiba,†kata Poempida.
Jangan sampai, lanjut Poempida, gara-gara perdebatan dan perpecahan ini nantinya generasi penerus bangsa akan menilai leluhurnya sebagai ‘tukang berkelahi’ saja untuk berebut kekuasaan.
Pada kesempatan ini, Poempida memberikan masukan satu cara berkomunikasi yang dilakukan oleh pihak Istana untuk menetralisir kegaduhan ini.
Istana, melalui Presiden Joko Widodo, kata Poempida, seharusnya tidak menetralisir hal-hal yang ekstrem dengan cara yang ekstrem juga. Jokowi seharusnya dapat melakukannya dengan cara yang ‘smooth’ yakni memberikan respon sebaliknya dari gerakan tersebut.
“Kalau konteksnya #2019GantiPresiden, Pak Jokowi bisa menetralisir dengan mudah. Pak Jokowi bisa mengatakan, jika memang ini menjadi sesuatu keinginan masyarakat silahkan tidak pilih saya, tapi kalau masih percaya sama saya silahkan pilih saya lagi,†ujar Poempida mencontohkan.
“Kalau perlu kaosnya dibeli dan dipajang di Istana lalu mengatakan ini merupakan cerminan saya untuk bekerja lebih baik lagi. Itu teknik komunikasi saja. Karena kalau api disiram bensin tentu menjadi-jadi. Mungkin harus disiram air saja biar adem,†sambung Poempida.
Sementara itu, untuk kubu sebelah yang diwakili oleh capres Prabowo Subianto, Poempida menyarankan, agar mantan Danjen Kopassus tersebut dapat keluar ke publik untuk menetralisir gerakan tersebut.
Poempida mengatakan, Prabowo harus bisa menghentikan gerakan massa tersebut dengan jargon-jargon selayaknya negarawan. Prabowo harusnya dapat menyejukkan kondisi dengan sebuah gagasan.
“Kalau saya jadi Prabowo ini kesempatan bagi saya untuk muncul dan mengatakan ‘stop ganti presiden’, kita ini ingin pilih presiden bukan ganti presiden,†beber Poempida.
“Kedua-duanya punya kebebasan berpendapat dan kedua-duanya punya keinginan. Tapi nanti hal itu bisa disampaikan pada saat kampanye yang dimana ada pertarungan program, gagasan, bukan saat ini,†tutur Poempida
“Karena sebagai anak bangsa saya berharap kita tidak terpecah belah. Karena jika terpecah-belah yang paling senang ini asing. Kita harus mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi,†tutup eks fungsionaris Partai Golkar ini.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra menilai bahwa persoal pro dan kontra perliha hastag #2019GantiPresiden ini hanya menimbulkan potensi masalah baru sekaligus hambatan dalam pembangunan bangsa Indonesia.
“Ini bahaya dapat jadi kegaduhan diantara warga bahkan keluarga yang pada selanjutnya akan menggangu persatuan bangsa. Karenanya setiap orang harus mengendalikan diri sendiri. Gunakan hati dan akal sehat,†ujar dia saat berbincang dengan KedaiPena.Com, terpisah.
Akademisi Universitas Bung Karno ini menambahkan bahwa manusia yang mengaku beradab atau bermartabat itu berdiri tanpa menjatuhkan orang lain.
Azmi pun mengungkapkan secara yuridis jika membaca UUD 1945 28 J Ayat 1 dan ayat 2 diatur tentang kebebasan setiap orang namun kebebasan tersebut dibatasi dengan harus menghormati atas hak dan kebebasan orang lain yang artinya setiap orang punya hak kebebasan.
“Namun juga wajib menghormati kebebasan hak yang dimiliki orang lain dalam menjalankan tertib kehidupan berbangsa,†kata Azmi.
“Jadi apapun fenomenanya dan kondisi pro kontra saat ini kuncinya harus bersih hati (luhur), tetap menjaga persatuan dan harus semakin cinta bangsa Indonesia,†tandas Azmi.
Laporan: Muhammad Hafidh