KedaiPena.Com – Di awal kepemimpinan sebagai orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menjanjikan target pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen.
Namun dalam perjalanan, hampir lima tahun kepimpinan, target pertumbuhan ekonomi Indonesia diera Presiden Jokowi tidak kunjung mencapai target. Pertumbuhan ekonomi stagnan diangka 5 persen.
Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,17%. Menurut Kepala BPS Suhariyanto, angka pertumbuhan ekonomi ini sudah cukup baik di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu.
“Tapi memperhatikan ekonomi global, komoditas fluktuatif, saya bilang (angka pertumbuhan) 5,17% bagus. Kita tidak ‘the best’ tapi masih okelah,” tambahnya.
Dalam data BPS disebutkan pada triwulan keempat lalu harga komoditas seperti minyak kelapa sawit, ikan, alumunium, nikel, tambang turun secara kuartalan. Begitu juga harga kedelai yang turun secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Tren stagnannya harga juga dialami komoditas migas. ICP (Indonesia Crude Prices) pada kuartal keempat tahun lalu mencapai US$65,12 per barel, padahal di kuartal sebelumnya harganya mencapai US$ 71,64 per barel.
Tak hanya itu, data BPS juga menyebutkan bahwa negara-negara rekan dagang Indonesia, seperti China dan Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Pada kuartal keempat, ekonomi China hanya tumbuh 6,14%. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal keempat yang diperkirakan stagnan di kisaran 3%. Padahal, kontribusi ekspor komoditas RI ke China dan AS sangat besar, masing-masing mencapai 14,5% dan 11%.
Gagal Membangun Perekonomian Nasional dan Keliru Strategi
Berbeda dengan pendapat BPS, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Harry Poernomo menilai bahwa stagnanya pertumbuhan ekonomi di era Presiden Jokowi bukanlah disebabkan oleh kondisi perekonomian global.
Bagi Harry, tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi Jokowi berserta tim kabinet kerja lebih disebabkan oleh faktor gagal membangun perekonomian nasional dan telah memilih keliru strategi.
“Kondisi sekarang membuat kita makin sulit mengurangi pengangguran dan mengejar ketinggalan dari negara lain,” ujar Harry dalam perbincangan Minggu, (10/2/2019).
Tidak hanya itu, Harry juga memandang, bahwa pemerintahan Jokowi lemah dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal itu yang membuat target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen ‘jauh panggang dari api’.
“Masing- masing kementerian tidak sepenuhnya menjalankan kebijakan presiden bahkan jalan sendiri-sendiri contohnya impor bahan pokok,” sindir pria yang pernah menjabat sebagai direksi di Pertamina Persero ini.
Ditepis Partai Koalisi
Sementara itu, Politikus Nasdem yang juga Anggota Komisi XI DPR RI, Donny Imam Priambodo menilai bahwa pemerintah sedianya sudah ‘on the track’ dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.
Soal janji, Dony menilai, bahwa hal itu berada ada di luar kuasa pihak yang menjanjikan, lalu apa gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi terus harus disalahkan?
“Harus dilihat dahulu sebab-sebabnya, dengan kondisi eksternal seperti itu, bertahan saja harusnya diapresiasi, ini tumbuh kok. Lalu salah dimananya?,” tanya Dony saat berbincang dengan KedaiPena.Com, terpisah.
Dony melanjutkan bahwa pondasi yang telah dibangun oleh pemerintahan Jokowi ini sudah benar. Kalaupun, ada pihak yang menyatakan harusnya SDM dulu dilakukan dan lain-lain, itu sudah dalam rencana
“Inginnya dalam waktu 4 tahun semua bisa teratasi 100%, tetapi semua itu kan harus bertahap, tidak seperti membalikkan telapak tangan,” tandas Dony.
Laporan: Muhammad Hafidh