Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Banyak yang mengatakan Jokowi populer. Hal ini disuarakan secara masif dan lantang. Khususnya oleh para lembaga survei.
Pada pilpres 2019, data dan fakta menunjukkan sebaliknya. Jokowi effect pada pilpres 2019 malah minus. Jokowi Effect hanya ilusi.
Perhitungannya sederhana. Jumlah perolehan suara partai politik pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin pada pemilu 2019 meraup 61,0 persen.
Kalau Jokowi effect positif, maka Jokowi seharusnya mendapat suara lebih dari 61,0 persen di pilpres 2019.
Faktanya, perolehan suara Jokowi hanya 54,5 persen di pilpres 2019. Artinya, Jokowi effect minus 6,5 persen.
Artinya, ada 6,5 persen pemilih dari partai politik yang mencalonkan Jokowi, tetapi mereka tidak memilih Jokowi. Mereka mengalihkan suaranya memilih Prabowo-Sandi.
Maka itu, Prabowo-Sandi berhasil meraup suara 45,5 persen, meskipun perolehan suara partai politik pendukung Prabowo-Sandi hanya 39,0 persen di pemilu 2019.
Lihat Gambar
Artinya, popularitas Jokowi yang digembar-gemborkan sangat hebat di pilpres 2019 hanya ilusi.
Yang kerja keras sebenarnya adalah mesin partai politik. Mereka yang menjadi faktor utama pemenangan Jokowi. Sedangkan relawan sepertinya hanya saja.
Belum lagi ada yang berpendapat, sebenarnya Prabowo-Sandi yang memenangi kontestasi Pilpres 2019 tersebut. Artinya, Jokowi Effect seharusnya lebih jeblok lagi?
Bagaimana dengan Gibran Effect? Segera terbit.
Sebagai catatan, pasangan Jokowi-Maruf didukung oleh 6 partai politik parlemen (PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura) dan 2 partai politik pendatang baru.
Sedangkan pasangan Probowo-Sandi didukung oleh 4 partai politik parlemen (Gerindra, PKS, Demokrat, PAN) dan 4 partai politik pendatang baru.
[***]