KedaiPena.Com – Peneliti Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra, berharap agar Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak masuk di kabinet Presiden Jokowi jilid 2 ini.
“Harus orang baru. Karena cermin motor ekonomi dari orang baru itu. Harus orang yang mempunyai pemikiran ekonomi berbeda dari yang sekarang,” ujar Gede terpisah.
Jadi, kata Gede, sosok di tim ekonomi
khususnya Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan harus orang baru bisa memberikan persepsi baik kepada investor dan kepada publik.
“Tidak seperti Ibu Sri yang sering mendapatkan penghargaan majalah dari investor, tapi itu investor pasar uang yang memberikan bunga ketinggian. Itu bukan investasi yang kita mau,” ungkap Gede.
Gede menilai, investasi yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah yang dapat memberikan dampak secara nyata kepada negara dan masyarakat.
“Harusnya jika ingin investasi itu dengan membangun pabrik, sediakan seribu tenaga kerja dan alihkan teknologi. Itu yang kita mau,” pungkas Gede.
Sementara, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani banyak memiliki kekurangan di mata para investor yang ingin menaruh uangnya di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Bhima sapaannya saat ditanya soal peluang Sri Mulyani untuk kembali mengisi pos Menteri Keuangan di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jilid II.
“Ya kalau dari kaca mata investor memang Bu Sri Mulyani banyak kekurangan. Tapi problemnya adalah kedekatan dia dengan pasar, banyak yang masih banyak berharap. Saya kritik keras Bu Sri Mulyani soal utang dan lain-lain,” ujar Bhima kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, ditulis, Sabtu, (12/10/2019).
Dengang demikian, Bhima pun menyarankan, agar posisi Sri Mulyani di kabinet periode kedua Jokowi tidak lagi di Menteri Keuangan.
“Tapi (mungkin) di Menko Perekonomian yang bersifat koordinasi,” ungkap Bhima.
Bhima juga berharap agar komposisi menteri di tim ekonomi kabinet Presiden Jokowi Jilid 2 dapat diisi dari kalangan profesional.
“Kabinet 80-90 persen profesional. Itu bisa dari akademisi, birokrat karier dan pelaku usaha bukan didominasi kepentingan partai politik jangka pendek,” papar Bhima.
Bhima juga menegaskan bahwa sosok dari kalangan parpol memiliki resiko yang cukup besar bila mana terpilih di kabinet Presiden Jokowi.
“Pertama, efektif kerja cuma dua tahun karena di 2022 mereka pasti sudah nyiapin untuk tahun 2024. Fokus sudah pecah,” ungkap Bhima.
Untuk resiko kedua, lanjut Bhima, sosok menteri dari parpol akan sangat menggangu bilamana sedang terseret kasus hukum di lembaga anti-rasuah.
“Jadi presiden butuh kredibilitas dari tim ekonomi, track record dan komunikasi yang bagus. Satu menteri dengan menteri lainnya tidak berbeda omongan. Susunan kabinet haruslah ideal, setidaknya mereka dipilih bukan memikirkan dana asing masuk tapi mencegah dana asing yang sudah ada di Indonesia tidak keluar lebih banyak,” pungkas Bhima.
Laporan: Muhammad Hafidh