KedaiPena.Com – Jaringan Monitoring Tambang dan Pelestarian Alam (JMT-PELA) mengaku mengapresiasi sikap tegas pencabutan 82 Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Ditjen Minerba.
Dalam siaran pers Program Manajer Jaringan Monitoring Tambang dan Pelestarian Alam (JMT-PELA), Susilo di Medan, Jumat (3/2) diungkapkan, pencabutan itu berdasarkan Pengumuman Ditjen Minerba No 226.Pm/04/DJB/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pengumuman kedua puluh dua rekonsiliasi izin usaha pertambangan (IUP) hasil dari evaluasi pusat.
Susilo menyebut, pencabutan tersebut harus didukung demi terciptanya tata kelola industri pertambangan yang baik di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara.
“Tidak tanggung-tanggung, Ditjen Minerba juga melakukan pembatalan terhadap 47 IUP yang berstatus Clear and Clean (CnC) yang terdapat di Kabupaten Langkat, Dairi, Mandailing Natal dan Karo yang umumnya memiliki komoditas pasir timbun, krikil, batu gamping, batu sungai, pasir sendimen, sirtu, batu padas dan beberapa komoditas mineral (Batubara dan Emas),†sebutnya.
Menurut Susilo, pencabutan 82 IUP yang dianggap bermasalah di Sumut tersebut telah menekan laju kerusakan hutan dan lahan yang massif terjadi di Sumut, yang dilakukan oleh industri pertambangan.
“Disamping pembatalan pemegang IUP CnC, Ditjen minerba juga mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdapat di 9 Kabupaten di Sumut. Dimana rinciannya, 35 IUP berada di Kabupaten Dairi, 4 IUP di Deliserdang, 1 IUP di Karo, 6 IUP di Labura, 27 IUP di Langkat, 4 IUP di Madina, 2 IUP di Nias, 4 IUP di Tapsel, dan 1 IUP berada di Taput,” sebut Susilo.
Ia menambahkan, pencabutan IUP yang dilakukan Ditjen Minerba dinilai sebagai langkah berani. Dimana, pencabutan itu termasuk terhadap pertambangan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT. Aneka Tambang dengan luas WIUP 17.500Ha yang terletak di Kabupaten Dairi dan PT. Antam dengan luas WIUP 8.176Ha di Kabupaten Karo dengan komoditas logam dasar dan nikel.
“Pencabutan IUP milik BUMN tersebut, juga menjawab konflik yang sering terjadi di Kabupaten Mandailing Natal antara masyarakat Taput dengan PT. Madinah Madani Mining (M3). Di pengumuman ini, PT. Madinah Madani Mining telah dicabut izinnya, dan kami sangat bersyukur karena laporan kami tahun 2015 ke KPK dan kepihak lainnya telah terjawab melalui keputusan ini,” bebernya.
Susilo menjabarkan, IUP yang memiliki komoditas mineral yang telah dicabut di beberapa Kabupaten di Sumut meliputi PT. Delika Tirta Kencana yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas WIUP 24.050Ha yang memiliki komoditas Logam Dasar, PT. Aneka Tambang yang berada di Kabupaten Dairi dan Karo dengan luas WIUP 25.676Ha.
Lalu, PT. Madinah Madani Mining dengan luas WIUP 400Ha dengan komoditas Bauksit, tetapi yang diambil emas spacer terletak di Kabupaten Madina. Kemudian PT. Mega Inter Buana Perkasa dengan luas WIUP 74Ha memiliki komoditas Tembaga terletak di Kabupaten Madina.
“Selain itu, ada lagi PT. Garuda Emas Sentosa dengan luas WIUP 400Ha dengan komoditas emas terletak di Kabupaten Madina. Dan PT. Sumatera Tenggara Mineral dengan luas 17.861Ha yang terletak di Kabupaten Madina,” ungkapnya Susilo.
Diakhir penjelasannya, Susilo secara tegas meminta Pemerintah Pusat dan Pemprov Sumut agar semua izin yang telah dicabut harus ditagih kewajibannya seperti reklamasi, pajak di sektor pertambangan, dan moratorium wilayah yang telah dicabut izinnya.
Disamping itu, ia juga meminta kepada Dinas Pertambangan dan Energi Sumut agar memberikan rekomendasi peng-akhiran izin kepada Gubernur Sumut terhadap 2 perusahaan pertambangan yang berada di Tapanuli Utara, yakni PT. Panca Karya Prima dengan luas WIUP seluas 31.070 Ha dan PT. Surya Kencana Pertiwi Tambang seluas 39.550 Ha.
“Kami melihat, Distamben Sumut ini tidak berani memberikan rekomendasi ke Gubernur untuk melakukan peng-akhiran atau tidak memperpanjang izin terhadap kedua perusahaan ini yang nantinya akan disampaikan kepada Ditjen Minerba. Padahal kami telah membuat kajian analisa dan diserahkan kepada Distamben Provinsi Sumut. Kami menilai, berdasarkan hasil kajian dan analisa, izin perusahaan ini cacat hukum dan ada indikasi suap dalam pemberian izin pada tahun 2009,” pungkas Susilo seraya menyebut akan melakukan gugatan hukum, bila perusahaan ini ternyata diperpanjang masa izinnya untuk melakukan kegiatan operasi produksi bila dilakukan oleh Pemprovsu.
Laporan: Iam