KedaiPena.com – Batas pencalonan presiden atau presidential threshold dinilai menjadi pangkal drama koalisi para elit politik yang terjadi saat ini. Jika saja dihapuskan, maka setiap partai politik dan tokoh masyarakat dapat saja maju dan masyarakat bisa menentukan pilihannya dengan lebih bebas.
Mantan Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyarankan agar presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dihilangkan alias menjadi 0 persen.
“Yang kita tonton sekarang ini jelas tontonan kurang sehat. Semua pragmatis, transaksional, menentukan koalisi susahnya bukan main. Semuanya saling kasak-kusuk, saling intip. Sehingga capres-cawapresnya itu tidak sejati, pemimpin dan koalisi yang pragmatis saja,” kata Jimly Asshiddiqie dalam diskusi daring ICMI, dikutip Sabtu (12/8/2023).
Ia menyatakan pembiaran drama koalisi ini, hanya akan membuat para politikus sibuk berlomba-lomba untuk mengambil dan menikmati kekuasaan saja.
“Kalau threshold partai oke lah, ini penting untuk konsolidasi politik. Tapi kalau presidential threshold tepat lah untuk kita evaluasi, secara bertahap. Apa benar ini berguna untuk kemajuan bangsa dan demokrasi? Mungkin lebih baik ditiadakan saja dari pengalaman rumitnya koalisi-koalisi ini,” ujarnya.
Jimly menilai jika ambang batas ditiadakan maka semua partai jadi memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan capres-cawapresnya, tanpa harus memusingkan koalisi dengan partai lain.
Jimly mencontohkan ketika dirinya ditunjuk menjadi pemantau internasional dalam Pemilu Rusia tahun 2012 atau saat Vladimir Putin nyapres untuk pertama kalinya. Ia memaparkan saat itu ada 34 orang mengajukan diri sebagai capres di Rusia. Namun, setelah diseleksi oleh KPU setempat, hanya 8 orang yang memenuhi syarat.
Kemudian saat pemilihan diadakan, Putih mendapatkan 76 persen suara. Menurut Jimly, Indonesia bisa berkaca pada pemilu tersebut yang memiliki banyak capres, namun pada akhirnya masyarakat bakal memilih yang terbaik.
“Jadi kalau rakyat menghendaki, yang menang, pasti menang jadi presiden, tapi tidak perlu menghalangi yang 7 calon lainnya. Karena pluralitas kita terlalu rumit, jadi biar aja capres kita ada 10 atau 5. Pluralitas bangsa kita terlalu rumit sehingga harus tercermin dalam kelembagaan multipartai ini. Tapi nggak usah lah kita halangi jumlah capres harus 2-3 gara-gara presidential threshold,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa