Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Energi.
Apa saja masalah krusialnya dan kontraproduktifnya kebijakan ini terhadap misi atau program pemerintah yang lain?
Mengapa kebijakan kenaikan PPN 12 persen diambil? Karena kondisi APBN sudah sangat berat, sehingga target di dalam APBN tidak tercapai. Semua akibat salah membaca situasi baik nasional maupun internasional yang menjadi basis dalam perumusan APBN.
Kesalahan dalam membaca situasi ekonomi dalam negeri, faktor faktor penopang pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak dapat menghubungkan antara target pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan fiskal.
Kelemahan dalam kemampuan sumber daya manusia pada kementerian keuangan sehingga kementerian ini terkurung dalam pemikiran yang sempit yakni memancing di kolam, buka menebar jala di lautan. PPN itu adalah cara sederhana dalam menaikkan penerimaan APBN, cara ini tidak perlu berfikir panjang, studi atau analisis yang komprehensif.
Kekacauan data perpajakan di kementerian keuangan akibat program sebelumnya seperti tax amnesti, dugaan pencucian uang di kemenkeu yang tidak diselrsaikan, alokasi dana covid yang tidak transparan dan terbuka. Serta digitalisasi perpajakan yang tidak dijalankan.
Lalu masalah apa yang dihadapi APBN sekarang? Pemerimaan Negara termasuk penerimaan utang tidak akan dapat pencukupi target pengeluaran pemerintah terutama sekali pengeluaran subsidi dan pengeluaran untuk pembayaran utang yang mencapai lebih dari Rp1.000 triliun.
Pemerintah dalam hal ini aparatur negara yang mengurus pemungutan pajak kehilangan kemampuan dalam meningkatkan tax rasio dikarenakan dua masalah utama menurut bank dunia yakni rendahnya efesiensi dalam pemungutan pajak, dan rendahnya kepatuhan dalam pembayaran pajak.
Pemerintah dalam hal ini menurut bank dunia gagal dalam meningkatkan pendapatan negara dari sumber daya alam atau PNBP sumber daya alam. Menurut bank dunia PNBP SDA adalah yang terkoreksi sangat besar dalam tahun terakhir.
Adanya faktor keuangan dan moneter yang menjadi penyebab penurunan kapasitas dalam APBN gagal diatasi oleh pemerintah. Ini dibuktikan oleh tidak meningkatkan APBN Indonesia jika diukur dalam dollar dibandingkan 10 tahun lalu. Tahun 2014 APBN indonesia Rp1.600 triliun dan tahun 2023 senilai Rp3.300 triliun. Ini sama sekali tidak mengalami peningkatan jika diukur dalam US dolar. Sehingga APBN yang tidak naik gagal mengatasi masalah ekonomi sekarang.
Apa konsekuensi kebijakan kenaikan PPN 12 persen? Kebijakan kenaikan PPN barang mewah 12 persen akan membawa tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi tanpa kenaikan PPN berada pada posisi 5 persen sampai 2029. Kenaikan PPN akan menghambat investasi, perdagangan, memeorlemah sektor keuangan nasional.
Kenaikan PPN 12 persen barang mewah akan menekan konsumsi dan kredit konsumsi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 55 persen dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga. Konsumsi termasuk barang mewah seperti peralatan rumah tangga, sepeda motor, mobil, perumahan/property dan konsumsi energi. Pemerintah perlu berhati hati dengan keputusan ini karena akan membawa konsekuensi besar bagi belanja pada program makan siang gratis dan program 3 juta perumahan rakyat.
Apa jalan keluar bagi pemerintah Indonesia dalam kebijakan fiskalnya? Sebetulnya jalan keluar atas ekonomi Indonsia terutama APBN yang lemah dapat diatasi dengan memperbaiki sistem moneter dan keuangan, bukan menekankan pada kebijakan perpajakan. Kebijakan keuangan adalah usaha memperkuat kapasitas keuangan pemerintah yang saat ini jauh lebih lemah dari sektor swasta. Belanja pemerintah bahkan dibandingkan dengan belanja BUMN setahun masih kalah. Apalagi dibandingkan dengan kapasitas keuangan swasta secara keseluruhan. Pemerintah tidak memiliki kewenangan atau otoritas atas keuangan nasional. Usaha memperkuat kapasitas keuangan pemerintah dapat dijelaskan lebih lanjut dalam kesempatan lain.
Mengubah paradigma aparatur keuangan, membenahi data, meningkatkan transparansi, digitalisasi, mengawasi kinerja secara ketat, menuntaskan segala praktek kejahatan keuangan di Indonesia, akan menjadi solusi jangka pendek. Dibutuhkan komitmen kuat untuk bersih bersih keuangan, membentuk panglima komando ketertiban keuangan dan keamanan keuangan negara dapat dilakukan secepatnya.
[***]