KedaiPena.Com – Beberapa kalangan menyarankan agar PT Freeport Indonesia (PTFI) dapat diberikan sanksi dari Undang-undang penyuapan milik Amerika Serikat atau ‘Foreign Corrupt Practices Act’. Undang-undang tersebut dinilai dapat memberikan efek jera bagi Freeport yang dalam setiap negosiasi diduga melakukan penyuapan.
Dijeratnya Freeport dengan Undang-undang tersebut lantaran dugaan skandal suap yang dilakukan oleh perusahaan tambang terbesar di dunia itu. Dugaan paling jelas ialah terjadi pada saat pada saat penandatangan Kontrak Kerja tahap dua (KK2) PTFI tahun 1991 yang terindikasi cacat hukum.
Alasannya ada indikasi penyogokan kepada menteri pertambangan dan energi saat itu. Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas di Papua berdasarkan KK yang ditandatangani tahun 1967 berakhir 30 tahun kemudian, atau di tahun 1997.
Namun demikian enam tahun sebelum itu, pemerintah Indonesia memperpanjang kontrak karya di tahun 1991. Inilah yang mengindikasikan adanya dugaan suap tersebut.
Pengamat Hukum Boyamin Saiman menjelaskan bahwa ‘Foreign Corrupt Practices Act’ masih berlaku untuk perusahaan yang kini 51 persen sahamnya dipegang oleh Inalum Persero.
“Kalau di Amerika Serikat (AS) masih bisa karena untuk kasus suap tidak berlaku kadaluarsa. Kita hanya bisa mengandalkan hukum Amerika untuk menjerat Freeport,” ujar dia saat berbincang dengan KedaiPena.Com, Senin (7/1/2019).
“Lagi pula kalau Amerika Serikat tidak perlu ada laporan, sekedar informasi aja bisa langsung gerak,” sambung Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ini (MAKI).
Boyamin melanjutkan bahwa suap adalah kejahatan dimanapun termasuk AS, termasuk yang disuap dari negara asing sehingga pasti diproses hukum. Hanya jika sejak awal mengaku bersalah maka hukumannya jadi lebih ringan.
“Misalnya hukuman berupa denda yang kadang jumlahnya sangat besar tetapi pelaku orangnya tidak masuk penjara,” tegas Boyamin.
Boyamin menambahkan bahwa sedianya sudah ada beberapa perusahaan AS yang terjerat Undang-undang tersebut saat terbukti melakukan penyuapan pejabat di Indonesia.
Salah satunya, kata Boyamin, adalah Monsanto Company, sebuah perusahaan publik yang bergerak di bidang pengembangan transgenik. Berkat FCPA, skandal penyuapan yang melibatkan Monsanto terhadap sejumlah pejabat Indonesia
“Juga Roll Royce yang menyuap Emirsyah Satar mantan Dirut Garuda yg sekarang ditangani KPK,” tutup Boyamin.
Begawan ekonomi Rizal Ramli saat menjabat sebagai Menteri Keuangan Rizal Ramli juga pernah hampir disuap oleh James Robert Moffett, CEO Freeport-McMoRan.
Kejadian itu terjadi saat tim kecil yang dipimpin oleh Rizal Ramli melakukan pertemuan di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan. Rizal didampingi anggota tim, Alwi Shihab dan Purnomo Yusgiantoro, serta sekretaris tim Arif Arryman untuk bertemu bos Freeport.
Moffett datang bersama direksi Freeport-McMoRan Adrianto Machribie Reksohadiprodjo. Moffett mengeluarkan tiga lembar kertas kerja, sambil mengatakan, pihaknya bersedia membayar pemerintah Indonesia sebesar 3 miliar dolar AS.
Syaratnya pemerintahan Gus Dur melupakan sejarah panjang Freeport di Indonesia termasuk perpanjangan KK tahun 1991. Rizal tak mengacuhkan tawaran Moffett. Dia meminta sekretaris tim Arief Arryman menjelaskan perhitungan yang sudah dilakukan tim sebelumnya atas kerugian yang dialami Indonesia.
Setelah Arief Arryman selesai dengan penjelasannya, Rizal Ramli menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menuntut Freeport-McMoRan membayar kompensasi sebesar 5 miliar dolar AS.
“Uang kompensasi itu akan kami gunakan untuk Papua,” kata Rizal.
Selain itu, Freeport juga harus bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi selama masa eksplorasi. Rizal pun meminta agar royalti atas emas dan tembaga yang dihasilkan dari eksplorasi Freeport dinaikkan senilai royalti yang berlaku di pasar internasional. Hal lain yang diminta Rizal adalah percepatan skema divestasi.
Moffett yang duduk di seberang meja sendirian, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi dosen penguji skripsi, sama sekali tidak memberikan perlawanan. Ia tidak keberatan dengan semua yang diminta pemerintah Indonesia itu.
Lega dengan hasil pertemuan itu, Moffett berusaha memecahkan ketegangan. Dia mendatangi Rizal yang duduk di seberangnya, berjabatan tangan, sambil memuji Rizal sebagai pengambil keputusan yang cermat.
Moffett berkata akan mengundang Rizal ke kantor pusat Freeport-McMoRan di Phoenix, Amerika Serikat. Dari situ, Rizal bisa naik pesawat jet pribadinya ke Broadway di New York untuk menonton opera dan konser musik klasik.
Kelihatannya Moffett sudah memeriksa hobi Rizal menonton opera dan konser musik klasik.
Tapi bukannya senang mendengarkan hal-hal yang disampaikan Moffett itu, Rizal justru tersinggung. Di mata Rizal undangan Moffett itu adalah penghinaan. Ini juga bisa jadi delik baru penyuapan yang dilarang keras oleh ‘Foreign Corrupt Practices Act’.
“Apakah Anda ingin menyuap saya?” tanya Rizal keras pada Moffett, sambil memukul meja
Laporan: Muhammad Hafidh