KedaiPena.Com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut B. Pandjaitan mengungkapkan komitmen investasi dari Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) MAEDA Tadashi untuk pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia.
“JBIC siap mendukung pendanaan SWF Indonesia sebesar 4 miliar USD (Rp57 triliun), dua kali lipat lebih besar dari yang disampaikan the US International Development Finance Corporation (DFC), lembaga pembiayaan asal Amerika Serikat,” tegas Menko Luhut pada pertemuan di Tokyo, ditulis Senin (7/12/2020).
Menko Luhut didamping oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Duta Besar RI Heri Akhmadi melanjutkan lawatan di Tokyo dan melakukan pertemuan maraton dengan Gubernur JBIC serta tidak kurang dari 20 investor potensial Jepang lainnya di bidang finance dan energi.
JBIC akan menjadi salah satu lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam master fund SWF Indonesia yang disebut Nusantara Investment Authority (NIA).
“Dukungan dari JBIC dan Pemerintah Jepang tentunya akan memperkuat ikatan kerja sama strategis Indonesia-Jepang, dan semakin menarik sektor swasta Jepang lainnya berinvestasi di Indonesia,” ungkap Duta Besar Heri Akhmadi.
Komitmen yang disampaikan oleh Gubernur JBIC tersebut akan segera ditindaklanjuti di tingkat teknis dan harapannya investasi JBIC dapat mulai masuk ke Indonesia pada kuartal pertama 2021.
“Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur SWF Indonesia akan selesai pada pertengahan Desember ini dan tentunya PP tersebut tentunya akan semakin percepat pembentukan lembaga dana abadi Indonesia,” sebut Menteri Erick Thohir.
Menko Luhut dan Menteri Erick dijadwalkan akan langsung bertolak ke Abu Dhabi dan Saudi Arabia pada Sabtu (5/12) guna jajaki dukungan untuk pembentukan NIA kepada pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut Investopedia, SWF adalah badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara. Dana yang mereka kelola bisa berasal dari cadangan devisa milik bank sentral negara tersebut, akumulasi surplus perdagangan maupun surplus anggaran, dana hasil privatisasi, maupun penerimaan negara dari ekspor sumber daya alam.
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mendefinisikan SWF sebagai kendaraan finansial yang dimiliki negara, yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset-aset yang luas dan beragam. Fungsi SWF adalah untuk stabilisasi ekonomi, terutama meningkatkan investasi dan tabungan masyarakat.
SWF ini lebih mengutamakan imbal hasil (return) daripada likuiditas, sehingga cenderung lebih berisiko dibandingkan cadangan devisa tradisional. Beberapa negara yang mengutamakan likuiditas akan membatasi investasi SWF hanya pada instrumen surat utang yang sangat likuid, misalnya surat utang pemerintah. Namun, ada juga beberapa SWF yang berinvestasi langsung pada industri domestik.
Beberapa negara membentuk SWF sebagai upaya untuk mendiversifikasi sumber pendapatannya. Misalnya, UEA yang kekayaannya sangat bergantung pada ekspor minyak mentah. Oleh karena itu, UEA menempatkan sebagian cadangan devisanya ke SWF yang berinvestasi pada aset-aset yang terdiversifikasi. Jika terjadi risiko yang menyebabkan harga minyak dunia turun, pendapatan UEA dari hasil investasi yang lain bisa menutup penurunan tersebut.
UEA adalah salah satu negara yang tercatat memiliki SWF di jajaran sepuluh besar dunia, yakni Abu Dhabi Investment Authority dengan dana kelolaan US$ 696,66 miliar pada 2019. SWF terbesar di dunia dimiliki oleh Norwegia dengan dana kelolaan US$ 1,1 triliun.
Ketika bertemu dengan para pelaku industri keuangan, Presiden Jokowi mengatakan, SWF akan diatur dalam Omnibus Law yang tengah digodok pemerintah. Ia yakin, aturan tersebut akan membuat arus masuk dana asing ke Indonesia semakin deras.
“Begitu (Omnibus Law) keluar, saya sudah bisik-bisik ke Ketua OJK dan Gubernur BI. Kita akan dapat inflow minimal US$ 20 miliar,” ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Nilai dana asing yang berpotensi masuk ke Indonesia itu setara Rp 280 triliun jika dihitung dengan kurs Rp 14 ribu per dolar AS.
Laporan: Muhammad Lutfi