KedaiPena.Com – Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus segera mengumumkan nama pamen Polri yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Ay, seorang foto model.Â
Bagaimana pun aksi brutal yang dilakukan anggota Polri harus disudahi, dengan cara dituntaskan di pengadilan, apalagi jika aksi brutal itu diduga melibatkan perwira menengah.
‎”Kita mengecam keras tindakan brutal yang dilakukan anggota Polri kepada orang dekatnya itu. Bagaimana, anggota Polri bisa menjalankan misi kepolisian sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat, jika terhadap orang dekatnya saja tega bertindak brutal,” ‎Kata Neta S Pane, ‎Ketua Presidium Indonesia Police Watch‎ (IPW) dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Jumat (16/9).‎
Sebelumnya Ay melaporkan seorang pamen Polri telah melakukan tindakan brutal terhadapnya. Korban disiksa hingga cacat di bagian wajah. Menurut korban, dirinya adalah istri sirih pamen Polri tsb. IPW mendesak Kapolri segera memproses kasus ini sehingga pelaku bisa dikenakan pasal berlapis. Pertama, pelaku dikenakan pasal penganiayaan sesuai KUHP sehingga harus segera ditahan. Kedua, pelaku dikenakan sanksi indisipliner karena diduga melakukan nikah sirih. ‎
Di era Kapolri Haiti, seorang Kapolres yang kedapatan melakukan foto mesra dengan seorang wanita yang bukan istrinya, pernah dicopot dari jabatannya. Untuk itu, Kapolri Tito Karnavian harus bertindak tegas dan segera mencopot pamen yang melakukan penganiayaan itu dari jabatannya, kemudian memproses kasusnya hingga ke pengadilan.Â
“Tindakan tegas perlu dilakukan karena hal ini sesuai dengan visi misi Kapolri Tito untuk melakukan revolusi mental di Polri. Target pertama dari revolusi mental itu adalah membersihkan Polri dari aparatur yang brutal dan tidak menghargai HAM,” sambung dia.‎‎
IPW juga berharap Bhayangkari Polri bereaksi keras terhadap kasus ini, agar mereka tidak menjadi korban akibat ulah polisi brengsek. Begitu juga organisasi perempuan, jangan mendiamkan kasus ini. Tapi segera mendesak Kapolri untuk menuntaskan kasus ini. Tujuannya agar para perempuan tidak terus menerus menjadi korban oknum polisi yang brutal.
(Arp)‎