KedaiPena.Com – Ada tiga calon Panglima TNI yang akan menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada November 2021.
Ketiganya adalah Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, peluang KSAL dan KSAD lebih kuat ketimbang KSAU. Sebab, Panglima TNI saat ini berasal dari angkatan udara.
“Oleh karenanya, peluang angkatan udara ini lebih kecil daripada darat atau laut. Walaupun itu juga tidak menutup kemungkinan (udara menjadi Panglima TNI lagi), tapi menurut saya peluangnya lebih kecil, apalagi kalau kita lihat dari kelaziman selama ini,” ujar Fahmi, sapaannya di Jakarta, Minggu (27/6/2021).
KSAL Yudo Margono dan KSAD Andika Perkasa sudah jenderal bintang empat. Tentu, sambungnya, sudah diakui kelasnya, sama-sama hebat dan berkompeten.
“Cuma kan masing-masing punya plus minus. Kalau kita lihat KSAD misalnya, agak kurang longgar lah waktunya. Maksudnya adalah masa usia pensiun Andika yang sudah dekat,” imbuh Fahmi.
Dari sisi organisasi, Khairul mengatakan, masa yang singkat jelas akan mengurangi efektifitas kepemimpinan dan pengelolaan organisasi.
“Jadi menurut saya, akan tampak terlalu dipaksakan jika Andika menjabat Panglima TNI sementara masa aktifnya hanya sekitar setahunan,” kata Khairul.
Ia menambahkan, susah untuk berharap menyaksikan perubahan saat Andika berkuasa.
Harus diakui, sambung Fahmi, Andika adalah perwira yang kaya pengalaman. Andika pernah di lembaga pendidikan, pernah di pasukan elit, pernah di Paspampres, di lembaga intelijen dan pernah menjadi juru bicara militer.
“Sehingga saya lihat dia kaya dengan pengalaman, tapi sayangnya waktunya kurang berpihak. Tapi itu juga saya kira kalau pergantian bisa dilakukan dengan waktu yang dekat ini saya kira peluang Pak Andika ini sangat besar,” jelas dia.
Namun, akan sangat tak lazim jika Jokowi kemudian memaksakan Panglima Hadi Tjahjanto turun jabatan sebelum masa pensiun. Hal ini hanya lumrah dilakukan jika kemudian Hadi ditunjuk mengisi jabatan lain, seperti saat Tito Karnavian pensiun dini sebagai Kapolri usai ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri.
Dalam kasus jabatan Panglima TNI ini, Khairul melihat pencopotan Hadi Tjahjanto sebelum waktunya bisa berakibat pada preseden buruk. Bisa jadi Hadi dianggap bermasalah, atau pencopotan dilakukan dalam rangka memuluskan kepentingan tertentu.
“Kalau yang terjadi adalah yang terakhir, maka itu keputusan yang buruk dan tidak sehat untuk organisasi TNI,” imbuh Khairul.
Ia pun menilai percepatan pergantian Panglima TNI tidak memiliki urgensi. Contoh, dalam penanganan Papua, dengan skema yang berjalan bertahun-tahun begitu terus, kita tidak bisa menaruh harapan terlalu tinggi, ketika panglima baru dilantik, lalu dalam 2-3 bulan, persoalan Papua itu tuntas.
“Jadi saya kira urgensinya tidak ada, terkait pergantian dalam waktu dekat. Tetapi bukan arti tidak menutup kemungkinan, karena semua tergantung Presiden,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi