KedaiPena.Com- Pasca reformasi keberadaan lembaga-lembaga survei dalam berbagai kontestasi politik baik pemilu, pilkada hingga pilpres seolah menjadi rujukan dalam menentukan arah politik.Namun, di tengah derasnya arus keterbukaan informasi di era revolusi 4.0 ini, keberadaan lembaga survei kian kehilangan pesonanya.
Pengamat Politik dan Pemerhati Anggaran Publik, Uchok Sky Khadafi menilai, keberadaan lembaga-lembaga survei saat ini sudah tidak lagi jadi rujukan masyarakat dalam menentukan preferensi politiknya.
“Publik punya caranya sendiri dalam mengolah informasi. Mengapa demikian? Akses media sosial yang kian terbuka membuat publik punya referensi tersendiri dalam menentukan keputusan politiknya termasuk menentukan pilihan capres,” jelas Uchok, Sabtu,(11/6/2022).
Uchok menegaskan, kekuatan lembaga survei dengan beragam jurusnya dalam memengaruhi pilihan politik masyarakat kurang efektif lagi.
“Ya mungkin lima atau sepuluh tahun lalu bolehlah mereka bisa memengaruhi masyarakat. Untuk saat ini rasanya sulit lembaga survei bisa mengarahkan masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Lembaga-lembaga survei saat ini kian kehilangan pesonanya,” ujar Aktivis 98 ini.
Adapun lembaga-lembaga survei masih tetap eksis hingga saat ini, Uchok menilai, hal ini terjadi karena pangsa pasar politik tanah air masih dominan di huni para elit politik yang berpikiran tradisional.
“Generasi old kan masih mengandalkan strategi politik berbasis emosional dan hitam putih. Jadi lembaga survei merupakan sarana paling relevan bagi mereka dalam merengkuh kekuasaan. Itu sah-sah saja, hanya saja saya singgung tadi di atas bahwa era sudah berubah di mana arus informasi dalam hitungan detik terus berubah atau dinamis,” jelas Uchok.
Uchok menekankan agar lembaga-lembaga survei lebih mengedepankan kajian yang lebih menyejukkan bukan membuat keterbelahan di antara masyarakat.
“Jangan kedepankan kajian yang sifatnya parsial karena bisa berujung baku hantam antara rakyat. Itu tidak layak,” tandasnya.
Uchok juga mengaku kurang yakin dengan hasil sejumlah lembaga survei terkait beberapa capres yang dianggap belum maksimal elektabilitasnya.
“Banyak capres seperti Puan, AHY dan Cak Imin elektabilitas kecil. Kalau kita berpedoman dengan lembaga survei, mereka harus out dari pertarungan capres. Lembaga survei lupa bahwa tokoh-tokoh itu belum memainkan jaringan massanya, memainkan isu populis, dan kekuatan modal di belakang mereka,” ungkapnya.
Hasil lembaga survei, kata dia, dalam beberapa kasus juga kurang akurat hasilnya. Ia pun mencontohkan, Pilkada DKI tahun 2017.
“Contoh kasus Pilgub DKI Jakarta. Waktu survei yang dijagokan menang Ahok. Bahkan lembaga-lembaga survei di Jakarta begitu yakin Ahok menang. Sayang ketika isu rasis dan agama dimainkan, lembaga survei tidak punya obat untuk mengobati isu tersebut. Jadi, kemenangan capres, tidak hanya ditentukan oleh lembaga survei doang. Tapi ada faktor lain yang harus diperhitungkan,” pungkas Uchok.
Laporan: Hera Irawan