KedaiPena.com – Mendekati ujung pemerintahan Presiden Joko Widodo, Direktur Political and Poblic Policy Studies (P3S), Jerry Massie menyoroti beberapa aspek kritis dari kebijakan pemerintah saat ini yang mencerminkan dinamika kepuasan dan kekecewaan rakyat.
“Yang pertama adalah terkait nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang terus melemah, bahkan mencapai titik terendah baru di Rp16.400 per dolar,” kata Jerry, Jumat (21/6/2024).
Ia menyatakan nilai kurs ini merupakan rekor tertinggi kedua dalam sejarah Indonesia sejak era sebelum reformasi.
“Kondisi ini memicu kekhawatiran luas di kalangan masyarakat dan pengamat ekonomi. Melemahnya rupiah tidak hanya membebani harga barang impor tetapi juga meningkatkan biaya hidup, yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Situasi ini menambah tekanan terhadap inflasi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi di bawah pemerintahan Jokowi,” ujarnya.
Hal kedua yang disoroti Jerry adalah beban utang negara yang meningkat tajam. Ia menyampaikan sejak Jokowi menjabat pada 2014, utang nasional melonjak dari Rp2.600 triliun menjadi Rp8.253 triliun, dengan potensi mencapai Rp10.000 triliun.
“Kenaikan signifikan ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan fiskal dan dampaknya pada perekonomian masa depan. Bandingkan dengan akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2014, total utang hanya Rp2.608 triliun, menunjukkan peningkatan yang jauh lebih moderat dibandingkan dengan pemerintahan saat ini. P3S menyoroti ini sebagai “warisan spektakuler” Jokowi yang mengundang perdebatan panas tentang efektivitas pengelolaan ekonomi selama dekade terakhir,” ujarnya lagi.
Berikutnya, ia menyatakan, saat ini ketergantungan pada impor masuk pada wilayah mengkhawatirkan. Ia mengatakan kebijakan impor yang tinggi menimbulkan nostalgia akan era swasembada pangan di bawah Presiden Soeharto pada tahun 1984. Saat itu, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, namun saat ini, negara bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasar.
“Hal ini menunjukkan kegagalan dalam menciptakan ketahanan pangan dan memperkuat sektor pertanian domestik, memicu pertanyaan tentang arah kebijakan ekonomi pemerintah,” kata Jerry lebih lanjut.
Hal keempat, yang menjadi sorotan Jerry adalah pemberantasan korupsi, yang masih jauh dari harapan.
“Korupsi terus menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Jokowi. Sejumlah skandal besar, seperti korupsi di sektor perjudian online sebesar Rp600 triliun, emas Antam Rp200 triliun, nikel Rp300 triliun, dan kasus Asabri sebesar Rp22,7 triliun, menandai besarnya dampak korupsi terhadap keuangan negara,” ujarnya.
Secara tegas, ia menyatakan korupsi yang merajalela ini bisa menguras sekitar 30-35 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menghambat upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan stabilitas ekonomi.
“Proyek ambisius Jokowi untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur menghadapi tantangan besar. Meskipun ada klaim dari pemerintah tentang komitmen investasi sebesar Rp50 triliun, realitasnya tidak ada investasi asing yang masuk. Bahkan, investor lokal yang berpartisipasi hanya mencapai sekitar 30 persen dari yang diharapkan. Tantangan tambahan muncul dari tanah seluas 2.085 hektar yang belum dibebaskan, menambah ketidakpastian masa depan proyek ini. Ide-ide futuristik seperti mobil terbang dan kereta tanpa rel yang dijanjikan juga masih jauh dari kenyataan,” ujarnya lagi.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan survei yang menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tetap tinggi, mencapai lebih dari 80 persen. Hal ini kontras dengan survei kepuasan publik terhadap Presiden AS Joe Biden, yang pernah jatuh hingga 33 persen.
“P3S mempertanyakan keandalan lembaga survei di Indonesia, mengingat hasil yang tampak bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Sebab angka-angka ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah responden benar-benar mewakili pandangan masyarakat umum atau sekadar refleksi dari “rekayasa” data,” kata Jerry.
Ia menyebutkan situasi ini mencerminkan dilema kompleks yang dihadapi pemerintahan Jokowi menjelang akhir masa jabatannya. Meskipun ada beberapa kemajuan, tantangan besar masih membayangi, dari stabilitas ekonomi dan beban utang yang meningkat hingga ketergantungan pada impor dan korupsi yang merajalela. Rakyat Indonesia dihadapkan pada realitas yang membingungkan, antara narasi positif yang diangkat pemerintah dan tantangan nyata yang mereka hadapi sehari-hari.
“P3S menyimpulkan bahwa untuk mencapai stabilitas dan kesejahteraan yang diinginkan, pemerintah harus menghadapi dan mengatasi masalah-masalah ini dengan tindakan yang nyata dan efektif, bukan sekadar retorika dan janji,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa