KedaiPena.com – Tanpa melakukan perubahan mendasar pada pola konsumsi energi, segala tindakan maupun narasi mengatasi energi iklim dinyatakan hanyalah tindakan palsu dan sama sekali tak mampu mencegah iklim dunia semakin memburuk.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar menyatakan tidak ada yang berubah dari praktik menjaga lingkungan maupun iklim dari Indonesia maupun negara anggota G20, yang saat ini sedang melangsungkan pertemuan di Bali.
“Tak ada upaya signifikan dalam mengatasi krisis iklim dari Indonesia maupun negara yang meratifikasi Perjanjian Paris. Pembahasan transisi energi ini tidak pernah berangkat dari situasi warga yang berada di garis terdepan wilayah industri ekstraksi. Sehingga hanya memunculkan pemecahan-pemecahan palsu, solusi-solusi palsu atas krisis iklim,” kata Melky, Rabu (16/11/2022).
Ia menyatakan semua jargon yang mengatasnamakan krisis iklim, seperti ekonomi hijau hingga energi baru, hanyalah politik energi yang melanggengkan sistem ekonomi kapitalisme berbasis adaptasi pada kondisi yang ada.
“Jika kita cek tren global, tidak ada pembatasan laju konsumsi energi dan material. Bahkan elektrifikasi sistem transportasi yang digaungkan hanya semakin memasifkan ekstraksi mineral di berbagai negara, baik Indonesia maupun negara selatan,” ungkapnya.
Jargon Energi Rendah Karbon, lanjutnya, hanya memindahkan bentuk sokongan investasi.
“Kalau kita cek tidak ada perubahan, malah seperti semakin memperparah krisis iklim. Jika dilihat data Indonesia tahun 2021, tercatat pelonjakan konsumsi energi, menjadi setara 909,24 juta barrel minyak. Dan ini didorong oleh sektor transportasi dan industri,” ungkapnya lagi.
Data juga menunjukkan bahwa jumlah batubara yang diekstraksi mengalami peningkatan. Yaitu, dari 500 juta ton per tahun pada tahun 2019 menjadi lebih dari 600 juta ton pada tahun 2021.
“Bahkan jika kita lihat dalam program bauran energi Indonesia, sekitar 65 persen masih dari batubara. Dan tenaga produksi dari batubara masih terus bertambah hingga 2030. Jadi, tidak ada yang berubah, tidak ada pengurangan material tambang,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa