KedaiPena.Com – Jaringan Nasional (Jarnas) mendukung langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan Rumah Aman (Safe House) khusus korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Jarnas berharap Rumah Aman dapat terealisasi di setiap kecamatan yang ada di Jakarta.
“Harapan kami itu (‘safe house’) pada nantinya dapat terealisasi. Karena ini komitmen pak Anies saat kampanye pilkada lalu dan kami mendukung penuh hal itu,” ujar Ketua Jarnas, Rahayu Saraswati, melalui siaran pers kepada KedaiPena.Com, Kamis, (24/1/2019).
Saraswati menjelaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya sudah memiliki Rumah Aman. Namun Rumah Aman itu diperuntukan bagi Anak dan Perempuan Korban Tindak Kekerasan. Sementara kebutuhan Rumah Aman khusus TPPO menurut anggota DPR RI Komisi VIII ini juga sangat diperlukan.
“Kasus TPPO menjadi kejahatan terbesar kedua di dunia setelah narkotika. Modusnya bisa bermacam-macam seperti pengiriman TKI,” ujar pendiri dan Ketua Yayasan Parinama Astha (ParTha), salah satu lembaga yang fokus pada TPPO.
Saraswati menegaskan Jarnas siap bekerjasama dengan Pemprov DKI melalui bantuan pendampingan korban TPPO yang ada di Rumah Aman.
Sementara, Sekretaris Jarnas Andy Ardian menambahkan bahwa saat ini mereka sedang merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) Reintegrasi Korban TPPO.
“Kita sedang merumuskan bagaimana korban kembali ke masyarakat (reintegrasi), bukan sebagai korban, melainkan sebagai orang yang mampu berkontribusi kepada orang lain,” ujar aktivis dari ECPAT Indonesia.
Jarnas didirikan oleh pelbagai lembaga nirlaba yang fokus pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Lembaga yang tergabung dalam Jarnas yakni ECPAT Indonesia, LBH Apik Jakarta, Bandung Wangi, Padma Indonesia, YKAI, YPAI, Gerasa Bali, LBH Apik Bali, Yayasan Embun Batam, organisasi kerohanian dan sejumlah lembaga lain yang fokus pada pendampingan korban TPPO.
Pertemuan Nasional pertama yang difasilitasi Yayasan ParTha dan berlangsung di Jakarta ini juga diadakan dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) Desember lalu.
Data Trafficking in Person Report Indonesia dari Kedutaan Amerika menyebutkan pemerintah Indonesia belum memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang.
Laporan: Muhammad Hafidh