KedaiPena.Com – Banyaknya paradigma, konsep, dan praktik keliru dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak yang berlangsung di kalangan para orangtua muda, harus dikoreksi secara serius.
Seperti mendidik anak dengan manja, memukul anak pada setiap kesalahannya, memarahi anak di depan teman-temannya dan orang lain, membelikan gadget canggih untuk anak yang masih kecil tanpa tuntunan dan pengawasan orangtua, termasuk pandangan tentang tanggungjawab pendidikan anak di rumah  yang dianggap sebagai tanggung jawab ibu semata, dan sebagainya.
Sebab, dari praktik-praktik pengasuhan dan pendidikan anak yang keliru itu, akhirnya berbuah pada pembentukan perilaku buruk anak yang amat jauh dari harapan orangtua.
Seperti menjadi anak yang kerap melakukan perundungan terhadap teman-temannya, malas belajar, melawan orangtua, terlibat narkoba, terjerumus dalam pergaulan seks bebas di usia yang sangat muda, dan sebagainya.
Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (Jaranan) yang juga konsultan Keayahbundaan dan Kota/Kabupaten Layak Anak Nanang Djamaludin menyampaikan hal itu pada Road Show Pelatihan Keayahbundaan untuk Menyiapkan Anak Memasuki Akil Baligh di RPTRA Cibesel Jakarta Timur pada akhir pekan lalu.
Pelatihan itu diselenggarakan oleh Gerakan Hidup Sehat (GHS), bekerjasama dengan Fota Center, Rumah Sehat Amira, dan Jaringan Anak Nusantara. Pemateri lain dalam pelatihan itu adalah Lidya Bakrie, selaku Sekjen Fota Center dan juga Managing Director Rumah Sehat Amira. Sementara pemandu acara adalah Rusmarni Rusli yang merupakan pengurus GHS.
“Setiap orangtua harus menggunakan metode dan teknik yang baik, teruji secara ilmiah, dan sesuai tuntunan keagamaan dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Dan sejauh ini menurut saya, metode yang dapat diandalkan oleh para  orangtua dalam mendidik anak di rumah adalah hypnoparenting dan NLP,†jelas Nanang, mantan aktivis 98 itu.
Selain persoalan metode dan teknik pengasuhan dan pendidikan anak, ujarnya, para orangtua juga harus bersama-sama bergandengan tangan dengan orangtua lain di lingkungan masyarakat sekitar rumah, dalam rangka mengembangkan dan mempraktikkan konsep orangtua sosial.
“Orangtua sosial merupakan sebuah konsep yang saya kembangkan bersama teman-teman Jaranan, yang merujuk pada urgensi kebutuhan sosial bersama dalam mengasuh dan mendidik anak. Bahwa dalam rangka membesarkan anak yang penuh tantangan dan ancaman seperti sekarang inI dibutuhkan orang sekampung, tidak bisa lagi sendirian. Sehingga lingkungan sosial yang kondusif dan ramah anak harus dibangun bersama-sama oleh para orangtua di lingkungan itu, sambil terus saling bersinergi mengawal proses tumbuhkembang anak-anaknya,†urainya.
Dalam konteks orangtua sosial ini, terangnya, orangtua dari keluarga lain merupakan orangtua sosial bagi anak biologis (anak kandung) kita. Sebaliknya, kita merupakan orangtua sosial dari anak-anak biologis keluarga lain.
“Di pelbagai kesempatan di kantong-kantong masyarakat yang saya kunjungi, saya mendorong terbentuknya ROS Simpatik RT/RW (Relawan Orangtua Sosial Simpul Perlindungan Anak Tingkat RT/RW). ROS Simpatik RT/RW ini tentu akan dibekali dengan pelatihan-pelatihan tentang hak-hak anak, perlindungan anak, metode dan teknik-teknik parenting, dan sebagainya,†ucapnya.
Laporan: Muhammad Hafidh