KedaiPena.Com – Paradigma jaminan sosial ketenagakerjaan tidak akan mudah untuk diubah begitu saja. Karena keberadaan BPJS Ketenagakerjaan diatur ketat oleh perundang-undangan dan aturan di bawahnya.
Demikian disampaikan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatullah kepada KedaiPena.Com, Senin (30/7/2018).
“Jangan sampai salah paham bahwa produk jaminan sosial itu tidak dapat disamakan dengan produk asuransi dalam bentuk apa pun. Sehingga menyamakan iuran jaminan sosial ibarat presmi asuransi. Ini jelas berbeda,” jelas Poempida.
“Karena jaminan sosial menganut asas manfaat pasti, bersifat sosial, nirlaba dan ada jaminan negara di dalamnya. Sedangkan produk asuransi itu berbasis komersial. Di mana ada unsur “profit taking” di dalamnya,” sambung dia.
Dalam konteks kepesertaan, imbuh Poempida, memang diperlukan percepatan sosialisasi dalam sisi kesadaran publiknya. Hal ini dikarenakan manfaat pasti yang didapatkan peserta tidak dapat langsung terasa, dan akan terasa pada saat seseorang mendapatkan musibah, kehilangan pekerjaan, atau tidak bekerja lagi.
“Bagi mereka yang belum memahami betapa pentingnya perlindungan dalam situasi seperti itu memang membutuhkan waktu dan upaya untuk menyadarkannya,” lanjutnya.
Secara taktis dan strategis banyak sebenarnya pendekatan yang dapat dilakukan untuk terjadinya proses percepatan “public awareness” ini.
Poempida menambahkan, yang dibutuhkan adalah leadership dan komitmen kerja sama yang solid dari semua stakeholders.
“Saya pribadi cukup optimistis dan melihat bahwa masa depan jaminan sosial ketenagakerjaan akan cerah. Namun tentunya tidak melupakan terjadinya pergeseran paradigma dari basis dunia tenaga kerja yang ada,” ujar dia lagi.
Terutama dalam “era disruption” yang tengah ber-revolusi. Inovasi senantiasa terus menerus harus dilakukan untuk menjawab tantangan ini.
“Paling tidak pada saat ini BPJS Ketenagakerjaan telah memiliki landasan yang sangat kuat berupa, banyaknya dana jaminan sosial yang terkumpul, sehatnya kondisi jaminan secara akturial, potensi sumber daya manusia dalam melaksanakan pelayanan, aset badan yang mumpuni, dan progesifitas pertumbuhan yang cukup terkelola dengan baik,” eks anggota DPR ini melanjutkan.
Namun berbagai isu tata kelola yang transparan plus akuntabel, etika pengelolaan, basis dukungan sistem teknologi yang terintegrasi, pengelolaan data yang berintegritas, dan pembudayaan manajemen risiko masih harus diimplementasikan secara intensif.
Sebelumnya, Pemerhati Ketenagakerjaan Satrio Pratomo mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan sebagai sebuah badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia harus dapat membuat setiap mitra merasakan langsung manfaat keikutsertaan. (Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Harus Ubah Paradigma)
Hal ini disampaikan Satrio menanggapi belum maksimalnya peran BPJS Ketenagakerjaan kepada mitranya. Utamanya, kepada perusahaan yang bermitra dengan BPJS.
Satrio begitu ia disapa mengatakan bahwa saat ini paradigma memberikan santunan ketika terjadi kecelakaan perlu diubah. Paradigma bersama dan pekerja mencegah kecelakaan dan membangun budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang harus digaungkan.
Laporan: Irfan Murpratomo