KedaiPena.Com – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM
Zaenur Rohman meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mengevaluasi TP4P dan TP4D yang tidak tepat dijadikan sebagai pengawal proyek pembangunan.
Zainal menilai hal tersebut perlu dilalakukan lantran operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap oknum jaksa Kejari Yogyakarta (ESF) yang menunjukkan institusi kejaksaan masih belum bersih dari korupsi.
Peristiwa ini terjadi tidak lama setelah OTT di Kejati DKI Jakarta pada Juni 2019. Terulangnya kejadian OTT jaksa dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum maupun terhadap hukum secara umum.
“Reformasi kejaksaan belum berhasil mengakhiri praktik korupsi. Padahal, sebuah negara dapat berhasil memberantas korupsi jika institusi penegak hukumnya terlebih dahulu bersih,” ujar dia kepada wartawan, Rabu (21/8/2019).
Zainal menambahkan korupsi yang melibatkan oknum TP4D merupakan ironi, karena tugasnya justru untuk mencegah penyimpangan dalam pembangunan.
“Sejak awal pembentukannya, TP4D problematik dari sisi hukum.
Pertama, terlalu jauh dari tupoksi. Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan di bidang penuntutan,” jelas dia.
“Memang kejaksaan dapat memberi pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Namun, kewenangan ini bukan berarti kejaksaan dapat masuk dan menempel dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan instansi pemerintah,” sambung dia.
Belum lagi, lanjut dia, tumpang tindih dengan instansi pengawasan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagi pengawas eksternal, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sebagai pengawas internal.
“Masuknya TP4D dalam proyek pembangunan justru menimbulkan tumpang tindih kewenangan yang dapat menghambat efektifitas kinerja pengawasan,” tegas dia.
Dia menegaskan konflik kepentingan juga menjadi salah satu faktor lantaran peran TP4D mengawal proses pembangunan dari penyimpangan justru menimbulkan kerancuan.
“Bagaimana pihak yang sejak awal mengawal dan mengarahkan proyek pembangunan akan menindak penyimpangan? Artinya jika terdapat penyimpangan, justru kinerja pengawalan dan pengarahannya bermasalah,” tegas dia.
Dengan demikian, tegas dia, KPK perlu mengembangkan kasus ini agar tuntas dan tidak terulang. Tentu saja KPK tidak boleh berhenti pada penindakan.
“Pasca OTT, KPK juga harus memberi pendampingan kepada Pemkot Yogyakarta dalam pencegahan korupsi. Tujuannya memastikan terjadi perubahan sistemik untuk mencegah korupsi,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK menangkap empat orang yang terdiri dari unsur jaksa, pegawai negeri sipil dan swasta pada Senin 19 Agustus 2019. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita barang bukti uang Rp100 juta.
Operasi tangkap tangan tersebut diduga ada kaitannya dengan proyek yang didampingi oleh tim kejaksaan yang bertugas sebagai pengawal, pengamanan pemerintah dan pembangunan daerah.
Hingga kini, belum ada penjelasan dari KPK mengenai detail proyek maupun keterlibatan kontraktor yang disegel itu dengan proyek itu.
Laporan: Muhammad Hafidh