KedaiPena.Com – M‎engalahkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilkada DKI 2017 harus dilakukan demi menghindari kemungkinan kebohongan publik.Â
Mengapa demikian, karena pendukungnya mengkampanyekan Ahok sebagai gubernur. Padahal jika terpilih, yang menjadi gubernur bukan Ahok tapi Djarot karena Ahok diproses hukum.
“Sebagai tersangka, Ahok selalu mungkin diputus bersalah ataupun tak bersalah. Ada kemungkinan Ahok diputus bersalah, dipenjara dan tak bisa menjadi gubernur. Kemungkinan itu tidak nol, bahkan besar,” kata Founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA di Jakarta, ditulis Minggu (27/11).‎
Melihat kasus penistaan agama, secara yurisprudensi umumnya kasus itu berakhir di penjara. Lihatlah mulai dari kasus Arswendo, Lia Eden, Tajul Muluk dan Antonius Bawengan. Bahkan dari perspektif hukum murni, yurisprudensi ini menyulitkan Ahok untuk lolos dari penjara, walau kemungkinan lolos penjara dari sisi hukum murni tetap ada.
Apalagi jika faktor reaksi sosial ikut diperhitungkan oleh hakim. Bahkan tokoh sekelas Din Syamsuddin sudah membuat pernyataan publik. Ia sendiri yang akan terjun memimpin perlawanan jika Ahok dibebaskan dari hukum.
“Bisa kita bayangkan, baru menuntut Ahok diadili saja bisa berkumpul sekitar satu juta manusia pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta. Tak terhitung di daerah lain,” sambung dia.‎
Apa yang terjadi jika Ahok dibebaskan? Pastilah dibebaskannya Ahok tak pernah ditafsir sebagai “proses hukum murni” bagi mereka yang tak setuju. Di era social media, aneka fakta segera bercampur dengan gosip, opini bahkan fitnah. Celakanya, itu akan dipercayai oleh mereka yang memang mudah percaya.
“Besar kemungkinan gerakan yang lebih besar dan lebih liar akan muncul jika Ahok dibebaskan. Kepentingan bangsa yang lebih luas terancam oleh kasus seorang Ahok,” Denny melanjutkan.‎
Laporan: Galuh Ruspitawati