Ditulis oleh Gede Sandra, salah satu murid Dr.Rizal Ramli
“IT’S TIME” Begitu tulis Dr. Rizal Ramli di pesan WA kepada saya beberapa saat lalu. Sekitar sebulan lalu. Kata-kata itu merespon pertanyaan saya kepadanya, kenapa belakangan ini dirinya terlihat kurus sekali. Sewaktu beliau menjawab seperti itu, sempat melintas kekhawatiran di benak saya
Apa memang maksud pesan WA tersebut, bahwa memang sudah waktunya kita harus lebih langsing. Bobot badan harus lebih meringan. Atau jangan-jangan maksudnya bahwa sudah waktunya terjadi sesuatu seperti gelombang politik yang selalu dicita-citakannya. Atau ini sebuah pesan lain yang berhubungan dengan waktu? Saat itu saya merasa rancu.
Kemudian saat mendengar berita kepergiannya beberapa jam lalu, kata-kata “It’s time” bagaikan dentuman baja yang menghantam memori saya. Seperti kebetulan, sehari sebelum mendengar kabar lelayu ini, di pinggir danau di Utara Bumi, sempat saya bergumam di tengah kesepian: yang datang pasti akan pergi, yang hidup pasti akan mati. Itulah sebenarnya hukum kehidupan.
Pria yang tidak mudah menyerah ini akhirnya dipaksa badannya untuk menyerah. Tapi itu pun bukan untuk menyerah. Jiwanya tidak menyerah. Dia hanya pergi, terbang tinggi. Kembali ke Langit, tempat semua berasal.
Negarawan, mungkin bagi saya itu salah satu julukan yang dapat mewakili gambar sosoknya. Selain ekonom tentunya. Untuk bidang yang disebut belakangan ini, saya sangat berterima kasih atas bimbingannya selama sedasawarsa ke belakang.
Pernah saya bertanya, suatu hal yang berhubungan dengan ideologi ekonomi, “Apakah Abang seorang Keynesian?” Jawabnya, “Saya lebih ke Schumpeterian, Gede.” Seperti diketahui, Keynes adalah bapak dari ilmu makro ekonomi. Sedangkan Schumpeter adalah ekonom Eropa yang menyumbang pemikiran tentang “Destruksi Kreatif”.
Neoklasik, biasa pria yang kerap disapa sebagai Bang RR ini menyebut neoliberal, bukan pemikiran yang sekubu dengan barisannya. Maka kerap kita lihat bagaimana gigihnya dia di berbagai kesempatan mengkritisi paham ini, dan para jurubicara paham ini di dalam negeri tentunya.
Jadi kalau ada pernah kita menonton di televisi, Bang RR seperti mengkritik pejabat. Itu bukan karena dirinya memiliki masalah dengan sosok pribadi pejabat itu. Yang dikritik adalah kebijakan yang dihasilkannya, bukan orangnya.
Semisal dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sama sekali tidak ada masalah pribadi. Atau dengan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, jelas mereka berdua adalah teman lama yang akrab. Bang RR kerap bercerita, bahwa dia sangat sering mendapatkan pesan WA dari Menko Luhut. Meskipun bila di depan publik keduanya tampak berpolemik keras.
Dalam kesempatan lain, Bang RR ingin dijuluki sebagai orang pergerakan. Dia bermimpi nilai-nilai para pejuang di era Revolusi Kemerdekaan tahun 1945 menjadi teladan bagi para politisi di era sekarang. Yang sayangnya kita saksikan kenyataannya masih sangat jauh dari mimpinya tersebut.
Yang membedakan Bang RR dari para ekonom lain di negeri ini, mungkin yang paling jelas, adalah mimpi intelektualitasnya agar Indonesia meraih pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen. Sementara banyak ekonom yang percaya angka pertumbuhan ekonomi yang lebih konservatif, dari 5-7 persen. Tapi Bang RR berbeda, dia adalah pemimpi.
Yang selalu bermimpi untuk kebaikan Bangsanya. Tak lelah untuk memanas-manasi intelektualitas kami murid-muridnya ini, ia bercerita kesuksesan negara-negara Asia yang mampu meraih pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen. Kita tahu bahwa semakin cepat pertumbuhan ekonomi, semakin cepat naik pendapatan masyarakat.
Sangat sering dia menasehati kami, setiap kita mengkritik harus selalu ada solusinya. Ini yang paling menarik. Banyak aktivis yang mempertanyakan, kenapa harus pakai solusi. Bukankah pejabat itu sudah digaji untuk mencari solusinya. Tapi Bang RR tetap memberikan solusi di tengah kritiknya. Inilah mungkin yang merupakan ciri Negarawan Sejati. Setajam apa kritiknya, selalu ada jalan keluar kebijakan. Inilah baginya yang terbaik bagi Bangsa menurutnya.
Keberpihakan hatinya adalah bersama rakyat yang tertindas. Dia ada bersama kaum buruh yang memperjuangkan berdirinya BPJS Kesehatan, fondasi dari welfare state. Dia ada bersama para aparatus Desa yang memperjuangkan dana Desa. Dia ada bersama warga yang dirugikan karena kenaikan harga-harga kebutuhan. Dia ada bersama kaum nelayan yang menolak reklamasi (meskipun harus dibayar mahal olehnya dengan direshuffle dari Kabinet).
Dia ada bersama delegasi pemerintah untuk mengurangi utang Indonesia. Dia ada bersama anak-anak yang tidak mampu sekolah. Dia ada bersama gerakan demokratik dalam perlawanan seluruh legislasi yang menindas, atau yang bertentangan dengan nalar publik. Dia siap berkorban segalanya, materi dan jiwaraga, untuk membela nilai-nilai keberpihakan ini.
Ya Bang. Memang ini sudah waktunya. Pergilah dengan tenang. Bermain-mainlah. Bersenang-senanglah. Dan juga berdebatlah dengan rekan-rekan sesama orang Pergerakan di alam sana yang sudah lebih dahulu menunggumu. Nanti akan ada waktunya juga, bagi kami, untuk menyusul kalian semua.
(***)