KedaiPena.Com- Mundurnya Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam RI) meninggalkan tanda tanya mendalam. Banyak pihak mempertanyakan alasan mundurnya cawapres nomor urut 3 dari kabinet Presiden Jokowi jelang dua pekan masa pencoblosan Pilpres 2024.
Analis sosial-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Musfi Romdoni memiliki dua hipotesis terkait motif mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam RI. Pertama, kata Musfi, langkah itu merupakan taktik untuk menggerek elektabilitas yang sedang jeblok.
“Diberbagai rilis survei, Ganjar-Mahfud terbilang konsisten di peringkat tiga. Paslon yang digadang-gadang begitu bersinar justru stagnan, hingga mengalami degradasi elektabilitas,” jelas dia, Jumat,(2/2/2024).
Musti menerangkan, di tengah situasi yang taj menguntungkan berita pengunduran Mahfud dapat menaikkan simpati dan keterpilihan publik. Harapannya, lanjut dia, tentu agar publik menilai Mahfud sebagai sosok menjunjung etika politik.
Terlebih berbagai peristiwa politik, khususnya soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres telah menggerus kepercayaan publik soal etika politik.
“Ada kerinduan dan kebutuhan besar dari publik atas politisi yang menjunjung etika. Berita pengunduran diri Mahfud dengan jelas berupaya menyelaraskan dengan harapan itu,” papar dia.
Sedangkan hipotesis motif kedua, Musti melanjutkan, untuk menciptakan instabilitas pemerintahan. Terlebih, pengunduran diri Mahfud terjadi di tengah panasnya kabar sejumlah menteri akan mengundurkan diri.
“Dapat terjadi berbagai efek domino, seperti menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan mendorong pengunduran diri menteri lainnya,” imbuh dia.
Dia mengingatkan, sistem pemerintahan Indonesia saat ini presidensial dan bukan parlementer. Ia menilai, akan sulit dibayangkan pengunduran diri Mahfud berkonsekuensi pada instabilitas pemerintahan berkelanjutan.
“Sekalipun pengunduran diri Mahfud mendorong pengunduran diri menteri lainnya, Presiden dapat langsung melantik menteri-menteri pengganti. Dengan kata lain, roda pemerintahan dapat tetap berjalan sebagaimana mestinya,” ungkap dia.
Tak hanya itu, dia mengaku, sulit membayangkan para menteri berkenan untuk mengundurkan diri. Dia mengatakan sulit membayangkan kursi menteri yang menjadi salah satu pembuktian karier tertinggi dilepas begitu saja.
“Ada banyak investasi dan pengorbanan untuk mendapatkan kursi-kursi itu,” jelas dia.
Meski demikian, Dia berharap, hipotesis motif kedua hanyalah ketakutan dirinya semata. Sebab, terlalu mahal biaya mengganggu stabilitas pemerintahan demi mengerek elektabilitas.
“Terakhir, jika ini soal etika politik, seharusnya Mahfud mengundurkan diri sejak awal dan memberi contoh kepada para pejabat publik lainnya. Meskipun aturan tidak mengharuskan untuk mundur,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi