KedaiPena.Com – Pemerintah Iran salah membaca karakter kepemimpinan Presiden Ameriksa Serikat (AS) Donald Trump yang tidak ‘play by the book‘ bagaimana hubungan internasional yang normal itu dilakukan.
Hal tersebut disampaikan oleh Analis konflik dan terorisme Timur Tengah, Alto Luger saat menanggapi konflik yang kembali memanas antara Iran dengan Amerika Serikat.
Penilaian itu disampaikan Alto menanggapi tewasnya Perwira militer senior Iran sekaligus komandan Iran Revolutionary Guard Corps Mayor Jenderal Qasem Soleimani, akibat dihantam roket Militer AS saat turun dari pesawat yang mendarat di Bandara Baghdad, Irak.
“Aksi yang dilakukan oleh Donald Trump itu unpredictable. Artinya orang sama sekali tak menduga bahwa ia melakukan peristiwa itu, yaitu tindakan yang di luar norma hubungan internasional. Karena figur yang dihantam itu salah satu pimpinan tertinggi di Iran,” kata Alto kepada wartawan, Selasa, (8/1/2020).
Menurut Alto, Soleimani salah membaca karakter kepemimpiman Trump. Pasalnya, Soleimani terlalu yakin bahwa tidak akan ditarget militer AS sehingga berani datang ke Baghdad secara terbuka.
“Dia pikir Trump itu seperti Obama yang apologetik, bahkan cenderung takut mengambil resiko. Trump bukan Obama. Dia menikmati chaos,” ujarnya.
Alto menyebut tewasnya Soleimani menciptakan ‘fait accompli’ bagi pemerintah Iran. Jika Iran tak membalas serangan AS, maka akan dianggap hanya sekadar mengancam, namun jika Iran membalas maka mereka tahu akan berdarah-darah.
“Apalagi Trump secara langsung sudah menciptakan deteren dengan menyebut ada 52 target apabila Iran membalas,” imbuhnya.
Dia menilai proxi-proxi Iran seperti Hizbullah, Hamas maupun Houthis juga sangat hati-hati untuk tidak terseret masuk ke dalam situasi yang ‘unprecedented‘ ini.
“Karena tewasnya Qasem juga mengirim sinyal yang sangat kuat ke mereka tentang Trump, juga karena kepentingan politik domestik mereka,” ungkapnya.
Saat ini, kata Alto, Iran berharap bahwa pemerintah Irak akan mendukung mereka dengan mengusir tentara AS dari Irak. Namun, menurut dia, pemerintah Irak juga sangat tahu diri. Hal ini terlihat dari opsi yang mereka keluarkan dalam sidang Parlemen Irak beberapa waktu lalu.
Alih-alih mengusir tentara AS, lanjut dia, parlemen Irak justru memakai framing, mengeluarkan seluruh tentara asing secara bertahap. Ini berarti bukan hanya AS saja, tapi tentara Iran yang ada di Irak juga.
“Jangan lupa bahwa petualangan Iran lewat Qasem Soleimani di Irak pun mendapat protes dari rakyat Irak,” imbuhnya.
Menurut Alto, secara tidak langsung, kematian Soleimani ini juga memberi peluang bagi pemerintah Irak untuk mendengar keinginan warganya yaitu membatasi peran Iran di Irak.
Hal ini sekali lagi dibuktikan oleh keputusan parlemen Irak ini, yaitu membatasi keberadaan pasukan asing di Irak.
“Sekarang bolanya ada di Iran. Mau meningkatkan konfrontasi, atau de-eskalasi. Iran akan memilih de-eskalasi sambil bermain di mode-mode proxi saja, karena mereka nggak siap untuk melakukan perang berkepanjangan,” pungkasnya.
Iran Serang Balik AS
Iran menembakkan puluhan roket di pangkalan udara gabungan AS-Irak pada Rabu (8/1/2020).
Roket ditembakkan Rabu pagi, sebagaimana dilansir Bloomberg dari televisi lokal yang mengutip Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC).
Seorang pejabat bahkan mengonfirmasi bahwa serangan dilakukan di Ayn al-Asad di Irak Barat. Ini dilakukan sebagai balasan atas kematian Jenderal Qasem Soleimani.
Laporan: Muhammad Hafidh