KedaiPena.Com- Calon Kapolri baru pengganti Idham Azis diharapkan bisa senantiasa bersikap satu kata dengan perbuatan. Hal ini diperlukan, sehingga bisa menjadi teladan bagi 400.000 anggota kepolisian.
Demikian disampaikan oleh Ketua Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane saat memberikan pesan terhadap sosok calon Kapolri baru pengganti Idham Aziz yang akan pensiun pada 30 Januari mendatang.
“Siapa pun Kapolri baru yang menjadi pilihan presiden harus mampu menjawab what, why, how, dan menerapkan strategi terbaik dalam memimpin 400.000 personil Polri dan meredam isu pertentangan agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Bagaimana pun bangsa ini memerlukan kapolri yang mampu wewujudkan harapan masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu,” kata Neta sapaanya dalam keterangan, Rabu, (13/1/2021).
IPW sendiri, lanjut Neta, melihat tantangan yang dihadapi Polri ke depan cukup berat. Hal ini mengingat dampak pandemi Covid 19 sudah menimbulkan banyak persoalan baru, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik,
Padahal, lanjut Neta, Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya, lanjut Neta, adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif.
“Untuk itu Kapolri baru harus segera menghilangkan semua ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri, misalnya ketentuan non Akpol dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh menjadi Kapolda, tidak adanya Kapolda perempuan dan lain-lain,” tegas Neta.
Selain itu, lanjut Neta, Kapolri baru perlu konsisten dalam menegakkan sikap promoter Polri serta penerapan kontrol terhadap bawahan langsung oleh masing- masing atasan.
“Sehingga semua jajaran kepolisian terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya,” tutur Neta.
Sedangkan di eksternal, lanjut Neta, jajaran kepolisian harus menghadapi kian meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda. Hal Ini patut menjadi prioritas.
“Lalu berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat,” tutur Neta.
Neta juga berpesan, berbagai masalah yang dihadapi harus dapat diidentifikasi Kapolri baru dan jajarannya. Caranya, dengan tiga pendekatan, yakni what, why dan how, sehingga strategi penyelesaian masalah bisa tepat dan cepat.
“Dalam pendekatan what, kapolri baru dapat melihat tantangan yang akan dihadapi Polri bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat,” tutur Neta.
Sedangian dengan pendekatan why, lanjut Neta, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat.
“Dengan pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat,” papar Neta.
Dengan ketiga pendekatan tadi, tegas Neta, diperlukan strategi untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa harus melanggar HAM.
“Jangan sampai terjadi, penugasannya cuma membuntuti tapi orang yang dibuntuti malam dieksekusi mati, sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet,” papar Neta.
Neta menambahkan, masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era kapolri- kapolri sebelumnya.
“Apalagi disamakan dengan era Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978. Saat ini, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Artinya, sikap, prilaku, kinerja, dan strategi jajaran kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru, yang bisa menjadi penghambat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” pungkas Neta.
Laporan: Muhammad Hafidh