KedaiPena.Com- Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, gagasan elite Partai Solidaritas Indonesia (PSI) agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi ketua koalisi besar partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak rasional.
“Gagasan Jokowi memimpin koalisi besar tidak rasional untuk saat ini, pertama Jokowi bukan bagian dari partai koalisi calon pemenang Prabowo Subianto,” kata Dedi, Jumat,(15/3/2024).
Dedi mengingatkan, sistem pemerintahan Indonesia juga tidak mengenal istilah koalisi. Sekalipun harus dipaksakan terbentuk koalisi, kata Dedi, maka tokoh yang seharusnya memimpin bukan Presiden Jokowi namun Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.
“Kedua tidak dikenal istilah koalisi dalam sistem pemerintahan kita, andaipun dipaksakan seolah-olah ada koalisi maka tokoh yang seharusnya memimpin bukan Jokowi, melainkan Airlangga Hartarto karena ia ketua umum parpol dengan suara tertinggi di koalisi,” jelas Dedi.
Tak hanya itu, Dedi mengakui, wacana Presiden Jokowi memimpin koalisi ini sarat haus kekuasaan sekaligus menandai jika orang nomor satu di Indonesia tersebut sedang berupaya menjadi diktator politik.
“Tentu tidak rasional karena parpol lain seolah tidak berkutik dengan hausnya kuasa Jokowi,” ungkap Dedi.
Dedi pun menduga, PSI sebagai pengusul rasanya sedang mencari perlindungan dan pembelaan karena suara mereka terkesan meningkat drastis di Pemilu 2024. Usulan ini, lanjut Dedi, menguat agar PSI tidak terjamah dari audit pelaksanaan Pemilu.
“Bagi Jokowi, ini jelas upaya langgengkan kekuasaan keluarga,” tandas Dedi.
Diketahui, Gagasan soal koalisi besar partai politik pendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dipimpin oleh Joko Widodo atau Jokowi mengemuka dalam beberapa pekan terakhir. Gagasan itu digulirkan oleh sejumlah elite Partai Solidaritas Indonesia atau PSI.
Prabowo-Gibran didukung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, PSI, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gelora. Mayoritas partai pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 itu berada di Pemerintahan Jokowi.
Menurut Ketua Umum kelompok relawan Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi, skenario Presiden Jokowi memimpin koalisi besar memungkinkan jika masuk Partai Golkar. Dia menilai pertimbangan politik itu masih terbuka bahkan setelah Prabowo Subianto dilantik jadi Presiden pada Oktober 2024.
Laporan: Tim Kedai Pena