KedaiPena.Com – Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Sumatera Utara (Sumut), Muslim Pulungan mengatakan, pemerintah harus menempuh langkah-langkah dan memberi tindakan tegas, melarang dan mempersempit ruang gerak segala bentuk organisasi yang anti Pancasila.
“Pemerintah perlu meninjau kembali organisasi kemasyarakatan yang anti Pancasila, tidak menutup kemungkinan untuk dibekukan,” tegas Muslim kepada wartawan di Medan, Selasa (25/4).
Sebelumnya Muslim menuturkan, Pancasila merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian dikenal sebagai sebuah perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila, lanjut dia, merupakan Ideologi yang bersumber dari kebudayaan, yang berasal dari berbagai komponen budaya dan mampu mempersatukan masyarakat Indonesia yang majemuk dalam satu bangsa.
“Pancasila menjadi nilai bersama atau nilai integratif yang amat diperlukan bagi masyarakat Indonesia yang plural,” katanya.
Dikatakan, kini sejumlah konflik telah berimplikasi dan mendorong tumbuhnya ideologi-ideologi yang mengancam keberlangsungan Pancasila sebagai pondasi bangsa. Diantaranya radikalisme agama, radikalisme sekuler yang giat memisahkan agama dengan kehidupan bernegara.
“Lalu, muncul pula gerakan negara khilafah, yang mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Tak tinggal pula neo komunisme yang membungkus diri dengan seolah olah mengedepankan demokrasi, terakhir gerakan separatis dengan agenda utama memisahkan diri dari NKRI,” ungkap Muslim.
Fenomena itu, menurut Muslim menunjukkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengalami ancaman serius. “Butuh upaya ekstra untuk menjaga keutuhan NKRI,” jelasnya.
Sekretaris PW IPNU Sumut, Ali Aga Hasibuan menambahkan, dunia saat ini disuguhi dengan sejumlah tragedi kemanusiaan yang didorong oleh benturan ideologi (paham dan cara pandang). Tragedi itu dipoles oleh berbagai terminologi nilai seperti kemerdekaan, HAM dan demokrasi.
Ia menyebut, beberapa tragedi itu diantaranya Invasi Amerika dan sekutunya di Irak dengan jatuhnya Saddam Husaen, berbagai gerakan rakyat tumbuh di berbagai negara kawasan, mulai di Tunisia, diikuti oleh Yaman, Libya, Mesir, bahkan negara-negara Teluk, termasuk Bahrain dan Saudi Arabia yang lebih dikenal dengan ‘Arab Spring’. Sebagian gerakan itu berhasil , yakni di Tunis dan Yaman, sementara sebagian lain dibumi hanguskan seperti Bahrain dan Saudi Arabia.
“Lalu konflik berkepanjangan Irak dan Suriah yang berbeda dengan negara-negara lainnya. Konflik di Irak dan Suriah memang sangat khusus dan berkelindan dengan banyaknya kepentingan yang terlibat, dimana selain kepentingan Israel dari ancaman Hizbullah yang memang digandeng oleh pemerintahan Asad, juga kepentingan Saudi yang menganggap diri sebagai pahlawan Sunni melawan Iran yang memang dedengkotnya kaum Syiah,” ujar Ali.
Tak hanya itu, baru-baru sambung Ali, di Prancis Kelompok militan ekstrim, ISIS, mengaku sebagai pihak yang bertanggung jawab atas aksi penembakan di dekat Istana Presiden Prancis, yang menewaskan satu orang polisi.
“Secara tak langsung, sesungguhnya mengamati berbagai konflik saat ini, khususnya konflik Timur Tengah adalah didorong oleh benturan ideologi  melalui jembatan-jembatan kepentingan ekonomi, yang dipoles oleh berbagai terminologi nilai seperti kemerdekaan, HAM dan demokrasi,” sebutnya.
Laporan: Iam