KedaiPena.Com – Peran dan partisipasi masyarakat untuk melaporkan suatu tindak pidana sudah diatur dengan jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Namun, kekerasan berupa intimidasi hingga ancaman fisik terhadap mereka yang berani “bersuara†masih kerap terjadi.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, pola-pola ancaman, intimidasi dan ancaman fisik terhadap masyarakat yang berani melaporkan suatu tindak pidana, belum banyak berubah. Mulai dari ancaman verbal hingga kekerasan fisik masih terus digunakan pihak-pihak yang tidak ingin kejahatannya terbongkar.
“Mereka yang berani melaporkan suatu kejahatan bisa dikatakan sebagai “suara†dari orang-orang yang tidak bersuara. Mereka berani melapor kepada aparat penegak hukum hukum. Hal itu sesuai dengan hakekat dari hadirnya LPSK itu sendiri, yaitu agar masyarakat berani melaporkan kejahatan,†kata Semendawai dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com ditulis Jumat (3/3).
Ketua LPSK Semendawai mencontohkan, kasus pembungkaman terhadap pelapor kejahatan terbaru menimpa seorang aktivis anti-korupsi di Palembang, SH. Dia dan istrinya terkena lemparan air keras setelah sebelumnya menggelar aksi menyuarakan dugaan korupsi Dana Bansos di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Apa yang menimpa SH ini sudah terkategori upaya pembungkaman terhadap peran masyarakat dalam melaporkan tindak pidana, seperti korupsi.
Menurut Semendawai, sudah saatnya menagih komitmen penegakan hukum dalam menjamin keamanan masyarakat yang berani menyuarakan kejahatan. Karena kasus pembungkaman seperti yang dialami SH, juga dirasakan para pelapor lainnya. “Ironi, kasusnya sudah dilaporkan ke penegak hukum, tetapi kasusnya tak kunjung jalan. Kondisi ini tentunya memerlukan atensi bersama. Jangan sampai masyarakat takut dan tidak berani melaporkan kejahatan yang diketahuinya,†ujar dia.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas