Blok Masela memang seperti ‘gula-gula’. Inpex Corporation memeroleh hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi di Blok Masela melalui penandatanganan kontrak Masela PSC pada 16 November 1998. Sejak saat itu Inpex melalui Inpex Masela Ltd yang didirikan pada 2 Desember 1998 telah melakukan kegiatan eksplorasi hidrokarbon di blok ini, dengan kepemilikan saham 100 persen.
Blok Masela memiliki luas area kurang lebih 4.291,35 km², dan berlokasi di Laut Arafura, sekitar 800 km sebelah timur Kupang, Nusa Tenggara Timur atau lebih kurang 400 km di utara kota Darwin, Australia, dengan kedalaman laut 300–1.000 meter.
Namun, pada November 2009, Inpex Masela melepas 10 persen kepemilikan sahamnya di Blok Masela kepada PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang merupakan unit usaha dari Grup Bakrie. Kala itu, ENRG ‘hanya’ membayar 10 persen saham sebesar USD 77,25 juta—ada yang menyebut akhirnya ENRG mengucurkan dana USD 100 juta untuk membeli saham itu. Padahal sebelumnya, kebutuhan dana pengembangan Blok Masela pada 2009 ditaksir mencapai USD 16,7 miliar hingga USD 17,7 miliar.
Selang dua tahun kemudian, yakni pada Juli 2011, Inpex Masela Ltd menyatakan telah menjual 30 persen saham Blok Masela kepada Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell), anak perusahaan Royal Dutch Shell Plc asal Belanda. Setelah penjualan ini, Inpex menguasai 60 persen saham Blok Masela dan tetap menjadi operator blok tersebut. Shell memiliki 30 persen, sementara ENRG tetap memiliki 10 persen saham Blok Masela.
ENRG menguasai 10 persen saham Blok Masela hanya empat tahun. Pada Mei 2013, PT EMP Energi Indonesia, anak perusahaan ENRG menandatangani perjanjian untuk menjual 10 persen kepemilikannya di Blok Masela kepada Inpex dan Shell.
ENRG mendivestasikan hak partisipasinya kepada Inpex dan Shell dengan bagian masing-masing sebanyak lima persen. Dengan divestasi ini, maka komposisi pemegang hak partisipasi di blok tersebut menjadi 65 persen untuk Inpex Masela Ltd yang sekaligus merupakan operator dan 35 persen untuk Shell Upstream Over Services.
Proses penjualan saham tersebut, kala itu, diklaim sejumlah pihak bahwa Grup Bakrie untung besar, hingga lebih dari dua kali lipat dari harga beli di awal. Apabila saham partisipasi tersebut dijual dengan harga terakhir sesuai dengan data CLSA Asia Pacific Market, yaitu harga pembelian saham partisipasi Shell kepada Inpex yang senilai USD 870 juta pada 2011 untuk 30 persen. Diperkirakan, nilai saham divestasi yang dilepas oleh ENRG bisa mencapai hingga USD 290 juta.
Di tengah ‘konfrontasi’ antara Sudirman Said versus Rizal Ramli soal apakah Blok Masela dikembangkan dengan pola FLNG atau OLNG, tiba-tiba President Director & CEO PT Badak NGL Salis S Aprilian mengeluarkan pernyataan yang berbeda dibandingkan kedua menteri tersebut.
Salis menyatakan bahwa perdebatan antara FLNG dengan OLNG sudah basi! Dia menyebut bahwa kedua skema itu tidak dapat memberi manfaat pada waktu cepat, selain menelan biaya yang demikian besar. Salis mengusulkan pengembangan Blok Masela dengan skema kilang terapung gas alam bertekanan (Floating Compressed Natural Gas/FCNG).
FCNG adalah fasilitas terapung yang digunakan untuk pengolahan gas menjadi CNG, dengan cara menekan gas hingga ratusan bar (ribuan psia) untuk memampatkan volumenya hingga seper-tiga ratusnya.
Oleh Heriyono Nayottama, owner Tabloid Eksplorasi