KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Almuzzammil Yusuf menegaskan DPR RI memiliki kewenangan sesuai dengan UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan menggunakan hak angket DPR.
Hal ini terkait sikap Presiden RI yang tidak mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap Basuki Tjahaja Purnama (BTP), padahal sudah menjadi terdakwa kasus penistaan agama. Padahal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat 1,2, dan 3 diatur pemberhentian itu.
Pada ayat 1 berbunyi, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sementara ayat 2, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan”.
Dan ayat 3, “Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Almuzzammil menerangkan Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Untuk itu, maka fraksi-fraksi di DPR penting menghidupkan hak angket untuk memastikan apakah Pemerintah sudah sejalan dengan amanat undang-undang dan  Konstitusi,†terang Almuzzammil dalam keterangan kepada redaksi, Minggu (12/2).
Laporan: Muhammad Hafidh