KedaiPena.Com – Pasal 222 UU no 7 tahun 2017 menentukan bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mempunyai sedikitnya 20% kursi DPR atau 25% suara sah. Hal ini membatasi capres-cawapres untuk maju, dan juga membatasi jumlah dan kapasitas calon yang dipilih rakyat.
Demikian disampaikan Abdulrachim K, penggugat PT 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kerugian konstitusional atas diberlakukannya peraturan ini adalah rakyat hanya disodori pilihan yang terbatas jumlahnya, terbatas kualitasnya dan terbatas harapannya,” kata analis kebijakan publik kepada KedaiPena.Com, ditulis Kamis (1/10/2020).
Padahal, sambungnya, ada banyak putra terbaik bangsa yang mempunyai kualitas yang memenuhi syarat untuk menjadi presiden. Namun karena persyaratan PT 20 persen, kesempatan yang bersangkutan menjadi tertutup.
“Rakyat yang menjadi pemilih juga dirugikan karena kesempatan memilih pemimpin pilihannya juga tertutup,” lanjut dia.
Akibat adanya PT ini, maka rakyat secara konstitusional dirugikan bila dikaitkan dengan tujuan kemerdekaan yang tercantum dalam UUD 45. Yang di dalamnya tercantum tujuan berbangsa yakni terciptanya masyarakat adil dan makmur dan memajukan kesejahteraan umum.
“Presiden yang terpilih tidak maksimal kompetensinya, kemampuannya untuk mengelola masalah-masalah negara. Termasuk di dalam memilih dan mengangkat para menterinya yang melaksanakan kebijakan-kebijakannya,” papar Mimin, sapaannya.
“Sehingga rakyat dirugikan dalam banyak hal misalnya naiknya harga bahan pokok, kenaikan harga tarif dasar listrik, kenaikan iuran BPJS, harga BBM tidak turun-turun walaupun harga internasional anjlok sangat dalam sampai pernah mencapai minus $13 per barrel. Semua hal di atas adalah kebutuhan pokok rakyat yang diperlukan dalam kehidupannya sehari-hari,” lanjutnya.
Laporan: Muhammad Lutfi