KedaiPena.Com – Kehadiran Ketua Umum DPP Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di sela Upacara HUT ke-72 Kemerdekaan RI di Istana, 17 Agustus kemarin, dalam rangka melobi, agar putra sulungnya ‘dirangkul’ Joko Widodo pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014.
Soalnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan harapan SBY di gelanggang politik praktis masa depan. Setidaknya pada Pilpres 2014, menjadi calon wakil presiden.
“Meskipun saya tidak yakin, PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) menerima itu. Itu sama saja memberikan SBY dan AHY karpet merah untuk 2024,” ujar akademisi Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (19/8).
Untuk diketahui, pada saat di Istana, SBY turut menyalami Megawati Soekarnoputri, yang hubungan keduanya renggang sejak Pilpres 2004 silam dan disinyalir akibat Presiden ke-6 RI ini tidak berterus terang untuk maju dan menjadi penantang putri porklamator tersebut.
Sebab, lanjut dosen yang biasa dipanggil Ubed ini, PDIP memiliki masa lalu yang tidak harmonis dengan Demokrat, termasuk SBY.
“Dan (untuk merealisasikan keinginan, red) itu, membutuhkan lobi-lobi tingkat tinggi kepada SBY dan Megawati (Ketua Umum DPP PDIP, red) yang tidak mudah,” jelasnya.
Salah satu bentuk lobi tingkat tinggi tersebut, yakni SBY menyambangi kediaman Megawati, untuk mengutarakan niatnya mengusung AHY sebagai RI-2 dan dipasangkan Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang.
Ubed berkeyakinan SBY berkeinginan demikian, lantaran posisinya secara politik cukup lemah dan memiliki banyak beban pemerintahannya pada 2004-2014 terkait sejumlah kasus korupsi. Hambalang dan e-KTP, misalnya.
Kemudian, sambung eks aktivis ’98 ini, Jokowi dianggap memahami konteks politik dan catatan kelemahan era SBY.
“Itu membuat SBY, saya kira mencoba untuk membangun dialog dan mendekat dengan tanah, yang mungkin ditafsirkan secara politik, ya itu,” tandasnya.