KedaiPena.Com – Salah satu cermin tidak terkonsolidasi tim ekonomi pemerintah dengan baik adalah soal polemik revisi PP 52/2000 dan PP 53/2000 yang berkembang sejak Agustus 2016.Â
Revisi PP 52/2000 dan PP 53/2000 ini disinyalir akan mengubah peta industri telekomunikasi di Indonesia salah satunya adalah karena diberlakukannya kewajiban network sharing ‎dan diperbolehkannya frequency sharing antar operator.‎
Demikian dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Refrizal ‎di Jakarta, Selasa (22/11).‎‎‎
“Salah satu contoh konsolidasi antar lembaga pemerintah yang lemah tercermin dalam revisi PP 52/2000 dan PP 53/2000. Revisi kedua PP ini akan menyebabkan potensi hilangnya pendapatan negara dalam 5 tahun kedepan sekitar Rp 100 triliun dan hilangnya pendapatan BUMN sebesar Rp 200 triliun. Apalagi disinyalir isi revisi PP ini bertentangan dengan UU di atasnya,” papar Refrizal‎
Apalagi pemerintah melalui jargon Nawacita-nya menegaskan akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Revisi PP ini berpotensi menghambat pembangunan di daerah terpencil dan terluar.‎
“BUMN adalah salah satu agen pembangunan yang dapat mewujudkan visi-misi pemerintah. BUMN dapat berperan melakukan pembangunan didaerah-daerah terpencil dengan penugasan-penugasan. Untuk itu, pemerintah harus pula memperkuat peran BUMN dalam pembangunan dan memandangnya sebagai mitra,†tegas Refrizal.
‎Secara umum, Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada di atasnya. Revisi PP 52/2000 dan PP 53/2000 berpotensi bertentangan dengan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi.Â
Laporan: Anggita Ramadoni