KedaiPena.Com – Komisi IX DPR memberi ultimatum kepada pemerintah paling telat 18 Mei 2018 untuk mengungkap data-data jumlah pekerja asing di Indonesia yang saat ini simpang-siur beredar sehingga menimbulkan kegaduhan nasional.
Ultimatum itu guna menyikapi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing.
Pemerintah juga diminta untuk terbuka menjelaskan pasal-pasal dalam Perpres tersebut yang dinilai membuka pintu bagi pekerja asing. Misalnya Pasal 10 Ayat 1 Butir C yang menyatakan izin Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak diwajibkan pada pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah.
Begitu juga pasal Pasal 13 Ayat 1 dimana RPTKA bisa diurus belakangan untuk pekerjaan yang mendesak.
“Jadi kita minta pemerintah terbuka saja jangan defense menutupi karena ini era transparansi. Maka kita minta buka semua supaya rakyat tahu,” ujar Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Jumat (27/4/2018).
Dede Yusuf menjabarkan, data yang diminta untuk dibuka juga adalah kebutuhan lapangan kerja dalam proyek investasi asing, data orang asing yang dilibatkan dalam ‘turn key project’, serta data lokasi yang jadi konsentrasi pekerja asing di Indonesia.
Selain itu Komisi IX DPR juga sepakat membentuk Tim Pengawas Tenaga Kerja Asing yang bertujuan untuk memonitor secara khusus persoalan tersebut, termasuk melakukan sidak ke beberapa wilayah yang terdapat konsentrasi TKA ilegal di Indonesia.
“Kita tidak ungkap dulu wilayah mana saja karena nanti perusahaan yang memperkerjakan bisa antisipasi menutupi TKA ilegal mereka, begitu juga TKA yg tidak bekerja sesuai ketentuan,” ujar dia.
Kesimpulan yang diputuskan oleh Komisi IX adalah mendesak pemerintah menjalankan Rekomendasi Panitia Kerja TKA yang dirumuskan Komisi dalam waktu tiga bulan ke depan meliputi penguatan pengawas TKA di daerah melalui pembentukan Satgas Pengawas TKA.
Pada bagian lain juga pemerintah diminta membuat regulasi yang berpihak kepada pekerja lokal agar tidak terjadi diskriminasi upah yang lebar pada posisi jabatan yang sama dengan pekerja asing.
“Antara petugas operator orang lokal dengan orang asing jangan terlalu jomplang gajinya, itu diskriminasi kesenjangan mengusik keadilan pekerja kita,” tegasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh