KedaiPena.Com – Ada perbedaan dasar soal konsep karantina kesehatan atau yang dikenal dengan ‘lockdown‘ dan darurat sipil.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan bahwa karantina kesehatan telah diatur dalam Pasal 55 Ayat (1) Undang-undang tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Di dalam aturan Undang-undang Karantina Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018 memang dikatakan seluruh pangan dan bahkan makanan ternak, dengan asumsi orang yang berternak, harus dipenuhi oleh pemerintah,” kata Asfina, ditulis Selasa (1/4/2020).
Tidak hanya itu, menurut Asfina, undang-undang juga telah mengatur sejumlah hak lain yang seharusnya didapat masyarakat.
Misalnya, hak untuk diberikan penjelasan sebelum karantina wilayah, hak isolasi dan mendapat rujukan perawatan rumah sakit jika positif Covid-19, dan hak diberi ganti rugi kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda akibat upaya penanggulangan wabah.
Lalu ada pula hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan atau diturunkan dari posisinya, hak diikutsertakan secara aktif menanggulangi wabah, hingga hak pemulihan kondisi dari dampak.
“Hak perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu bayi, balita dan anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui, disabilitas dan orang lanjut usia. Pasal 48e Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007,” ujar Asfina.
Asfina menambahkan, sebelum menerapkan karantina, pemerintah harus benar-benar melakukan persiapan yang matang.
Hal paling penting, yaitu mendata berapa banyak kelompok masyarakat memerlukan bantuan.
Sementara anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, Romo Muhammad Syafi’i mengatakan, secara perundangan, dalam lockdown, negara wajib melindungi rakyat.
“Dalam lockdown, pemimpin negara menjadikan virus sebagai musuh. Nyawa rakyat jadi prioritas. Fokus anggaran untuk keselamatan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara pada darurat sipil, lanjutnya, negara mengawasi rakyat. Pemimpin negara menjadikan rakyat sebagai musuh.
“Keselamatan pengusaha dan infrastruktur jadi prioritas. Seperti yang dikatakan LBP (Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan) bahwa TKA Cina tidak masalah dan pembangunan ibukota dilanjutkan,” sambung Romo.
Masih kata Romo, dalam konteks darurat sipil, negara mengancam siapa saja Yang menghalangi pemggunaan anggaran untuk pembangunan fisik.
Yang menjadi pertanyaan lanjutan, jika konsep karantina kesehatan diambil, darimana anggarannya? Romo pun meminta semua pihak melawan lupa. Masih ada Rp430 triliun dana infrastruktur, Rp270 triliun dana silpa, Rp470 triliun dana pemindahan ibukota.
Soal alokasi anggaran ini, begawan ekonomi Rizal Ramli (RR) sebelumnya mengatakan hal yang sama.
“Jangan gengsi. Gunakan uang proyek insfrastruktur Rp470 triliun, dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang kurang lebih Rp270 triliun untuk membantu kebutuhan pokok pekerja harian dan rakyat miskin,” kata RR, dalam keterangan yang diterima redaksi, ditulis Minggu (29/3/2020).
Ia menambahkan, dampak merebaknya virus Corona Covid 19 membuat warga kecil seperti buruh, tani, kuli bangunan, pedagang sayuran, buah, penjaja makanan dan sektor informal gulung tikar. Sebab, tak ada pekerjaan dan tak ada pembeli.
“Mereka semua butuh makan yang cukup dan harus ditolong pemerintah dan pengusaha yang peduli. Bertindaklah sekarang, act now,” kata RR, Menko Ekuin era Presiden Gus Dur.
Kembali ke Romo, ia pun menyayangkam sikap Presiden Jokowi yang membuka peluang menerapkan darurat sipil. Kata dia, di saat seluruh dunia dengan positif dan negatifnya memilih menyelamatkan rakyat dengan melakukan lockdown atau karantina kesehatan, Indonesia lebih memilih memilih darurat sipil tanpa memberibtahu apa perbedaannya.
Ia pun meminta negara menghargai nyawa rakyatnya. Harus diingat pada pemilu lalu, lebih 600 petugas pemilu kematiannya tidak diproses hukum.
“Mari bersatu lawan virus, mari bersatu menjaga bangsa dan negara dari ancaman apapun termasuk ancaman dari pemimpin negara,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi