KedaiPena.Com – ‘Community Based Tourism’ atau CBT adalah sektor pariwisata berbasis komunitas yang ada di masyarakat. Ada komunitas di pedesaan, ada juga yang berbasis perkotaan.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com di kantornya, Jalan Merdeka Barat, ditulis Kamis (6/12/2018).
“CBT itu ‘Community Based Tourism’. Desa wisata bagian dari CBT. Destinasinya desa wisata. ‘Activity’-nya wisata pedesaan. Ketika dikelola masyarakat atau komunitas maka disebut CBT,” papar dia.
Selain itu, ada juga CBT yang berbasis kota. Misalnya, yang suka bikin tur kota tua, museum dan lain-lain, yang juga berbasis komunitas masyarakat.
“Komunitas itu biasanya pecinta sejarah, budaya, lingkungan dan lain-lain,” lanjut Kiki, sapaannya.
Ada perbedaan mendasar CBT di kota dan di desa. Kalau di desa, CBT itu jelas ruangnya. Ada kepala desa, struktur dan kelembagaannya.
Sementara kalau CBT di perkotaan biasanya terbentuk karena kesamaan minat, hobi dan ketertarikan. Mereka terhubung terpisah ruang dan waktu. Tapi mereka angat terhubung satu dengan lainnya.
“Networking baik. Apalagi sekarang era digital,” imbuhnya.
Ia pun menilai, pariwisata jenis CBT sangat potensial untuk dikembangkan. Apalagi CBT biasanya terkait dengan wisata budaya.
Dan data menunjukkan, 60 persen wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, baik domestik maupun mancanegara, karena faktor budaya.
Wisata yang berbasis komunitas masyarakat, sambung Kiki, sapaannya biasanya punya nilai, ‘mission’ (misi). Seperti, ada sesuatu yang ingin dilestarikan, ada kebutuhan dalam masyarakat.
“Dan jika ada hal ini, maka biasanya pariwisata jenis ini bisa lebih ‘suistain’ (berkelanjutan). Ada atau tidak ada pemerintah, pariwisatanya ya jalan,” lanjutnya.
Laporan: Ranny Supusepa