KedaiPena.Com – Ekspansi kredit properti yang disalurkan perbankan tertahan sejak 2014 dan pertumbuhan sektor properti setiap tahunnya cenderung melambat. Hal ini dipengaruhi situasi perekonomian global dan regional yang masih dalam tahap pemulihan secara makro.
Kredit untuk sektor properti dapat berupa kredit korporasi yang diperuntukkan bagi pengembang (developer) maupun kontraktor bangunan.
Selain itu, perbankan juga dapat menyalurkan kredit kepada para konsumen properti dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Keduanya mendominasi porsi kredit perbankan ke sektor properti.
Menurut Direktur GMT Properti, Sunardjaja Tjitjih, ketatnya peraturan pemberian kredit properti dan penurunan daya beli masyarakat yang membuat permintaan terhadap kredit properti mengalami pelambatan.
“Bisnis properti yang sedang kurang bergairah tersebut menjadi perhatian banyak pihak, termasuk kalangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya,” ujar dia Jumat, (21/7).
“Properti merupakan salah satu sektor yang memiliki kemampuan untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Di dalam sektor properti setidaknya ada 135 sektor turunan yang memengaruhi ekonomi masyarakat,” sambungnya.
Sementara itu, ditemui ditempat yang sama, Marx Andryan dari Marx & Co mengatakan, kebutuhan biaya hidup yang besar mendorong masyarakat untuk menyimpan uang atau berinvestasi pada produk mata uang asing atau produk perbankan lainnya daripada sektor properti.
“Dampak dari turunnya minat masyarakat untuk membeli produk properti, mengakibatkan para pelaku usaha di bidang properti mengalami kesulitan untuk menjual produknya, sehingga mengakibatkan gagal bayar (nonperforming loan),” paparnya.
Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat, khususnya pelaku bisnis, kerap kali mengalami persoalan saat debitur yang memiliki kemampuan bayar rendah dan tidak berpengalaman dalam mengelola plafon fasilitas kredit.
“Kesulitan melakukan pembayaran cicilan dan bunga yang terus bertambah, akibat perubahan kondisi ekonomi global dan nasional yang tidak menentu,” beber dia.
Di pihak lain, para pengembang juga mengalami kondisi yang sama untuk melakukan pembayaran kredit dan bunga kepada pihak pemberi, bank maupun lembaga keuangan lainnya.
“Tidak dipungkiri, bahwa sumber pembiayaan properti pelaku usaha merupakan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya yang memiliki jangka waktu tertentu untuk dilunasi,” jelas dia.
“Namun, biasanya pihak kreditur mendesak pihak kreditur untuk menyelesaikan pembayaran kredit tersebut. Jika tidak bisa mencari penyeleasaian, maka berakibat pada sengketa berupa penyitaan atau proses peradilan. Sebaiknya, pihak kreditur harus mengantisipasi hal tersebut,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh