KedaiPena.Com – Dua hari terakhir menyebar berita ke mana-mana, di kalangan media online. Dalam berita itu disebutkan eks Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli membuat pernyataan yang tidak akurat terkait alasan penghentian reklamasi Pulau G. Yaitu reklamasi akan mengganggu ‘jaringan listrik bawah laut’.
Hal itu pun langsung dibantah oleh mantan tenaga ahli Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Gede Sandra. “Perlu diluruskan di sini, Rizal Ramli tidak pernah mengemukakan alasan demikian,” kata Gede dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Jumat (12/8).
Ia kemudian mengambil kutipan Rizal dalam acara televisi Indonesia Lawyer Club tayang 26 Juli. “Ada power station 9.600 MW, perlu air laut yang clean dan bersih untuk cooling system-nya. Dengan dipepetin ke power station kayak begini, suhu naik fungsi cooling systemnya berkurang,†begitu omongan Menko Rizal diulangi Gede.
Power station dimaksud adalah pembangkit listrik di Muara Karang dan wilayah lainnya, bukan di bawah laut, kata Gede.
Apa yang dikatakan Rizal dalam acara televisi tersebut bukan tanpa dasar, karena PT PLN (Persero) secara resmi juga sudah mengingatkan risiko reklamasi terhadap pembangkitnya, imbuhnya.
Peringatan PLN tersebut disampaikan lewat surat tertulis tertanggal 16 Juni 2016, ditandatangani oleh Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat, Murtaqi Syamsuddin.
Salah satu bagian surat PLN tersebut berbunyi: “Kami sangat mengkhawatirkan bahwa rencana reklamasi di Teluk Jakarta akan mempengaruhi kinerja pembangkit PLN yang berada di Teluk Jakarta.”
Pada bagian lain surat PLN itu,terdapat penjelasan: “Sebagaimana diketahui bahwa pembangkit PLTU dan PLTGU Muara Karang memerlukan air pendingin untuk kondensor yang diperoleh dari sirkulasi air laut. Air laut pada suhu udara luar (inlet) dipompakan langsung ke kondensor, yang merupakan bagian terpenting dalam siklus termodinamika boiler-turbin pembangkit listrik, dan keluar kembali ke laut dengan suhu yang lebih hangat (outfall). Bila suhu air laut terus meningkat di saluran inlet sebagai dampak adanya reklamasi, maka operasi PLTU dan PLTGU akan terganggu.â€
Selain itu, kata Gede, di situs resmi PT PLN ada penjelasan lebih lanjut: “Pada rencana reklamasi Pantai Utara Jakarta berikutnya diperkirakan akan mencapai 12–13 gugusan kepulauan, di mana pembangkit listrik Muara Karang berada di tengah-tengahnya. Meningkatnya suhu air di intake canal tadi, berdampak pula pada meningkatnya pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik (mempengaruhi efisiensi penggunaan bahan bakar) dan berpengaruh pada kinerja output pembangkit listrik (menurunnya kinerja pembangkit dalam memproduksi listrik). Diperkirakan bila terjadi kenaikan suhu setiap 1 derajat celcius, bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan produksi listrik hingga 10 MW dengan nilai kerugian berkisar Rp 576 Juta per hari untuk setiap satu unit mesin pembangkit. Jika dampak negatif reklamasi ini dibiarkan terus terjadi, maka bisa mengancam kesinambungan dan keandalan pasokan listrik ke wilayah Jakarta dan sekitarnya.”
Gede melanjutkan bahwa klaupun ada kalimat Rizal tentang instalasi bawah laut, itu terkait jaringan pipa gas bawah laut, bukan jaringan kabel listrik.
Kutipan Rizal soal itu: “Ada pipa gas di bawah. Aturan internasional, 500 meter kiri kanan harus clear plus ada buffer 1.250 meter agar kalau rusak, memperbaiki, kapal yang di atasnya dapat bermanuver dengan bebas. Ada peraturan internasional dan peraturan pemerintah. Tetapi ini (pembangunan pulau G) dipepetin hanya 40 meter.â€
Menurut Gede, pemerintah sudah mengadopsi banyak aturan tentang pembangunan instalasi bawah laut semacam jaringan pipa gas, antara lain termuat dalam: UU No 1/1973 tentang Landas Kontinen (pasal 6), Peraturan Pemerintah No 5/2010 tentang Kenavigasian (pasal 94), Permenhub No 25/2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (pasal 3), Permenhub No 68/2011 tentang Alur Pelayaran (pasal 39), dan Permen ESDM No 1/2011 tentang Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak dan Gas Bumi (pasal 12).
(Prw)