KedaiPena.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan masukan terkait penyaluran Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya telah menyampaikan beberapa catatan sebagai pembelajaran untuk pelaksanaan ke depan dari pelaksanaan penyaluran bantuan yang telah dilakukan pada 2020.
Firli begitu ia disapa juga menyampaikan masukan terkait penyaluran BPUM dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian RI.
“Pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataaan. Artinya, bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan,” kata Firli, Jumat, (23/7/2021).
Firli menegaskan, kementerian Koperasi dan UKM perlu secara aktif mendekati daerah-daerah yang terdampak berat dari pandemi ini, misalnya daerah yang tergolong miskin.
Hal ini lantaran, tegas Firli, Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima. Sehingga, terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja.
“Meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa,” papar Firli.
Firli juga berpesan, agar data penerima bantuan saat ini harus disesuaikan dengan temuan lapangan BPKP. Pasalnua, terdapat dats BPK tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan pada program sebelumnya.
“Seluruh calon penerima harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain. Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN yang sudah berbasis NIK. Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program Prakerja dan program bantuan lainnya,” ungkap Firli.
KPK sendiri, lanjut Firli, juga turut mengawal program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya dengan mendukung upaya pengawasan terhadap pemberian BPUM sejak tahun 2020 dengan membuka kanal pengaduan masyarakat langsung di JAGA.ID.
“Keluhan yang kami terima terkait penyaluran BPUM yang tercatat pada JAGA.ID total berjumlah 763 laporan, terdiri dari 642 laporan di tahun 2020 dan 121 laporan hingga Juli 2021,” tutur Firli.
Firli juga menjelaskan, mayoritas keluhan sendiri terkait dengan tidak tercantum dalam penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria memenuhi syarat.
“Ketidakakuratan data penerima, yang bersangkutan dihubungi bahwa akan menerima BPUM sementara rekening bank berbeda, sehingga justru akhirnya tidak menerima bantuan,” kata Firli.
Selain itu, tegas Firli, terkait dengan iformasi tentang BPUM secara umum, kriteria, tata cara dan sebagainya. Firli menekankan, hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program ini masih perlu diperbaiki.
“Keluhan paling banyak untuk tahun 2020 tercatat dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sedangkan di tahun 2021, tercatat keluhan paling banyak dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara,” pungkas Firli.
Laporan: Muhammad Hafidh