KedaiPena.Com – Lawang Suryakancana sebagai simbol Kota Pusaka telah diresmikan dengan tabuhan tambur dari Walikota Bogor Bima Arya dan Warga Kehormatan Syamsul Djalal.Â
Ada pelepasan burung merpati juga yang membuat semarak launching Lawang Suryakancana yang menjadi kawasan Pecinan ini.
Â
Warna merah terlihat mendominasi Lawang Suryakancana. Lawang dengan ciri khas budaya Tionghoa ini jika ditilik lebih detail memadukan juga unsur budaya sundanya.Â
Itu bisa terlihat dari sepasang patung Maung (Macan) berwarna hitam dan putih. Padahal dalam kebudayaan tiongkok penjaga sebuah lawang haruslah patung singa.
Â
Disinilah nampak keberagaman dari Lawang Suryakancana yang walaupun bernuansa tionghoa tetap mengangkat unsur sunda berupa simbol penjaga diganti menjadi maung.Â
Maung putih diartikan sebagai betina sementara maung hitam diartikan jantan yang membuat sebuah keseimbangan sekaligus penghormatan kepada Karuhun Sunda.
Â
Melihat jauh keatas atap Lawang Suryakancana, akan terlihat Kujang yang memang simbol dari Kota Bogor. Kujang setinggi 112 Cm dengan bagian runcingnya sengaja diarahkan ke arah Kebun Raya Bogor sesuai pintu masuk Lawang. Karena Kujang juga diibaratkan sebagai penjaga lawang Suryakancana.
Â
Hal lain yang tidak bisa terlepas dari pandangan mata, yakni hadirnya Taman Bambu Suryakancana. Taman Bambu Suryakancana ini tepat berada di depan Vihara Dhanagun.Â
Pemerhati Budaya Tionghoa Bogor Mardi Lim menuturkan, taman bambu itu juga menjadi simbol budaya Tionghoa. Bambu bagi masyarakat Tionghoa dipercaya memiliki filosofi dalam kerukunan, persahabatan dan kekeluarga. Itu bukan tanpa alasan karena rumput yang berada di bambu tidak pernah jauh dari induknya.
Â
“Memang belum ada tulisan namanya, tapi dari pihak vihara menamakannya Taman Bambu Suryakancana. Tinggal nanti jika walikota berkenan untuk bisa meresmikannya,†ujar Mardi.
Sebagai tokoh budaya Tionghoa Bogor Mardi Lim mengetahui dengan jelas sejarah Suryakancana yang sudah menjadi kawasan bagi keturunan Tionghoa sejak jaman Belanda.Â
Hadirnya warga Tionghoa pada jaman belanda diawali saat Belanda memindahkan pusat kekuasaan politiknya di Bogor. Belanda pun membangun istana yang tentunya harus didukung dengan pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi.
Â
Daerah yang memang dekat dengan Kebun Raya Bogor membuat Suryakancana dipilih sebagai pusat ekonomi. Dimana, Belanda memercayakannya kepada orang-orang Tionghoa sebagai penggerak ekonomi.Â
Sementara, pribumi yakni Sunda direkayasa untuk keluar dari kawasan sungai karena dikhawatirkan ada sentimen negatif terhadap Belanda dan melakukan pemberontakan.
Â
Mardi Lim menuturkan, kawasan Suryakancana ini memang dibentuk oleh Kolonial Belanda. Namun, setelah belanda hengkang kawasan ini kembali dengan percampuran berbagai etnis tidak lagi hanya Tionghoa saja.Â
“Lawang Suryakancana ini jadi momentum titik awal perjalanan sejarah Kota Bogor untuk sama-sama menggalangkan kearifan lokalnya sebagai Kota Pusaka,†pungkas Mardi.
Sementara itu, Samsul Jalal yang didaulat sebagai warga kehormatan Suryakancana mengapresiasi pembangunan Lawang Suryakancana yang menyimbolkan akulturasi kebudayaan masyarakat yang ada di Kota Bogor.Â
Begitupun Arifin Himawan, yang juga ketua panitia Street Festival CGM 2016. Menurutnya, pluralisme yang ada di Kota Bogor merupakan suatu kekayaan yang memiiliki nilai sejarah.
Â
“Hanya di Kota Bogor lawang Tionghoa yang dijaga patung  maung atau harimau, karenanya biasanya gerbang Tionghoa dijaga patung singa,” terang Kang Ahim, sapaan akrab Arifin Himawan.Â
(Prw/Foto: Humas Pemkot Bogor)