KedaiPena.Com – Analis Politik UNJ dan Dewan Etik Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GEPAK), Ubedillah Badrun mengungkapkan, bahwa publik perlu memberikan kesempatan kepada DPR untuk mengoreksi KPK dalam bentuk pengguliran angket.
Sebab, kata Ubed, hak angket sesungguhnya adalah hak konstitusional DPR yang dijamin Undang-undang. Dan, hal ini menjadi bukti indikator bahwa fungsi pengawasan DPR sedang berjalan.
“Sebab apa yang dilakukan KPK berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Ini terjadi karena menyangkut perkara anggaran negara dan elit politik di level negara,” jelas Ubed kepada KedaiPena.Com, Selasa (1/5).
“Dan jika KPK misalnya ada kekeliruan terkait hal ini, tentu merugikan negara secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian pembiayaan operasi maupun kerugian dari rusaknya citra elit negara dimata rakyat,” sambung dia.
Selain itu, lanjut Ubed, hak angket KPK ini juga dapat melihat independensi lembaga antirasuah ini dalam memberantas korupsi.
Sebab, jika dianalisis, proses seleksinya bisa membuka kesimpulan bahwa KPK sesungguhnya bukan lembaga penegak hukum yang benar-benar independen.
“Bagaimana KPK bisa independen jika para komisionernya diseleksi oleh tim seleksi yang dibentuk Presiden dan setelah lolos tim seleksi para calon komisioner mengikuti fit and proper test (uji kepatutan) yang dilakukan DPR, dimana DPR isinya orang-orang yang berasal dari partai politik,” jelas dia.
DPR pun, tegas dia, tentu memiliki sejumlah data yang patut dipertanyakan kepada KPK, terutama menyangkut sumber dan penggunaan anggaran KPK.
Akuntabilitas KPK penting untuk diketahui publik sebab lembaga ini memang dibentuk untuk memberantas praktik-praktik koruptif.
“Sehingga pada dirinya melekat moralitas tinggi untuk tidak sedikitpun dalam penggunaan anggarannya tercium bau korupsi,” ungkap dia.
KPK pun, kata dia, saat ini nampak seperti lembaga yang superbody yang amat kuat dan tidak tersentuh siapapun.
“Karena di negara demokrasi tidak boleh ada satu lembagapun yang superior di atas lembaga lain, karena dapat membahayakan demokrasi yang memungkinkan secara tidak langsung digunakan untuk kepentingan yang sangat politis dan pragmatis,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh