KedaiPena.Com- Bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dinilai sedang mengalami dilema besar jelang pembukaan pendaftaran capres-cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 19 Oktober 2023. Dilema yang sedang dialami oleh Menteri Pertahanan RI itu terkait dengan posisi pendamping di Pilpres 2024.
Analis politik Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menilai langkah Prabowo berserta Gerindra yang mengharapkan putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menjadi pendamping di Pilpres 2024 dinilai sulit terwujud. Prabowo, kata dia, saat ini juga terkesan tersendera lantaran menunggu momen untuk bisa menarik Gibran menjadi pendampingnya di Pilpres 2024.
“Prabowo berharap dari putusan MK yang diinginkan untuk bisa memenuhi persyaraatan di bawah usia 40 tahun. Tapi sampai sekarang upaya itu belum juga terwujud sehingga posisi Prabowo seperti tersandera, dia selalu bilang menunggu petunjuk Jokowi tetapi kalau begini caranya bisa-bisa Prabowo tidak akan mendapatkan Gibran atau cawapres yang kuat,” kata Selamat Ginting, Kamis,(12/10/2023).
Selamat Ginting melanjutkan dilema besar yang dihadapi Prabowo saat ini juga terkait dengan harapanya untuk meminang Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai pendampinganya di Pilpres 2024.
“Sudah beberapa kali Prabowo menemui Khofifah namun ketika bertemu Jokowi yang sebagai King Maker mengendorse Prabowo sampai sekarang belum memperoleh jawaban. Semenetara di sisi lain kubu Ganjar juga berharap hal yang sama pada Khofifah dan Mahfud MD. Apabila kemudian menunggu perintah Jokowi tapi kemudian Khofifah diambil oleh Ganjar maka Prabowo bisa gigit jari,” tegas dia.
Ia pun meyakni Prabowo akan bernasib seperti perhelatan pesta demokrasi di tahun 2014 dan 2019 bila tidak menggandeng Khofifah di Pilpres 2024. Pasalnya, Prabowo memang lemah di wiliayah Jawa Timur yang menjadi basis kubu nasionalis dan Nahdliyin.
Terlebih, tegas dia, sosok yang tersisa untuk menjadi pendamping Prabowo hanya Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“JIka tak mendapatkan Khofiah maka Prabowo akan bernasib seperti Pilpres 2014 dan 2019 dimana Prabowo lemah di Jatim dimana kubu nasionalis dan Nahdliyin kuat di Jatim. PDIP dan PKB adalah dua parpol yang kuat bersaing disana. Cak imin yang sebelumnya ada di kubu Prabowo lari ke kubu Anies dan menjadi cawapres,” beber dia.
Ia mengakui jika posisi Prabowo saat ini juga layaknya pribahasa mengharap burung terbang tinggi punai di tangan dilepaskan. Artinya, Prabowo mengharapkan keuntungan lebih besar tetapi belum tentu diperoleh alias semu.
“Dan keuntungan yang kecil tetapi sudah pasti dalam genggaman namun dilepaskan,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Rafik