KedaiPena.Com – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) menargetkan 20 juta wisatawan di tahun 2019. Untuk mengejar target tersebut pemerintah membangun 10 Destinasi Wisata Prioritas untuk dijadikan Bali-Bali baru.
Selain 10 destinasi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes) juga mengembangkan potensi desa-desa untuk dijadikan sebuah destinasi wisata baru.
Penggiat Pariwisata, Teguh Hartano menilai bahwa potensi Desa Wisata sebagai sebuah destinasi baru untuk mengejar target yang diwacanakan oleh pemerintah sangat besar. Namun, tetap harus melewati seleksi untuk pemilihan desa wisata yang tepat.
“Tidak semua desa itu bisa dikembangkan sebagai desa wisata. Harus diseleksi prioritas-prioritas lokasi mana yang menarik tergantung daya tarik nilai obyeknya. Supaya objeknya benar-benar menarik bagi turis lokal dan internasional,” ujar dia kepada KedaiPena.Com di Kampus Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, ditulis Rabu (6/12).
Menurut Teguh sapaan karibnya ada standard yang dipakai untuk menetapkan sebagai sebuah desa wisata. Standar-standar tersebut meliput beberapa aspek seperti daya tarik obyek serta kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat tersebut.
“Yang bisa dikembangkan kalau desa wisata biasanya home stay, dimana wistawan tinggal di rumah penduduk. Tapi kalau satu desa punya BUMDes, dia juga bisa membuat pondok wisata. Karena, idealnya tamu diberikan pilihan,” imbuh dia.
Selain bisa mengembangkan desa wisata melalui homestay atau pondok wisata, lanjut dia, pengembangan sebuah destinasi Desa Wisata juga melalui keterampilan masyarakat asli desa tersebut. Masyarakat desa bisa menjadi pemandu wisata.
“Selain itu mereka bisa mengembangkan keterampilan yang baik dia bisa jadi pemandu, syukur-syukur mereka (masyarakat) dia bisa berbahasa Inggris atau mau belajar,” ungkap dia.
Tetapi, kata Teguh, jika berbicara sebuah destinasi wisata yang paling penting adalah kenangan yang biasanya berupa suvenir. Dan hal ini bisa dijadikan sarana pemberdayaan masyarakat. Misalnya, masyarakat yang tidak punya homestay dan tidak punya keterampilan jadi pemandu mereka bisa buat kerajinan.
“Dalam konteks ini setiap desa bisa saling berintegrasi. Misalnya di satu desa punya objek, tapi tidak punya kerajinan dia bisa di integrasikan dengan desa yang punya kerajinan,” imbuh dia.
“Jadi desa-desa tersebut bisa dipadukan. Dan kalau ini kuncinya bagaimana pemerintah mengembangkan desa-desa yang punya objek, kerajinan dan budaya,” tandas pemiliki Ecolink Bogor ini.
Laporan: Muhammad Hafidh