KedaiPena.Com – DPP PDI Perjuangan (PDIP) mengungkapkan alasan membawa kasus pembakaran bendera partainya, saat aksi yang dilakukan oleh Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI di depan Gedung DPR RI
saat unjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ke jalur hukum.
“Untuk memberikan pendidikan politik dan cara berdemokrasi atas hukum yang baik dan berkeadaban dengan sadar, namun juga dengan sangat terpaksa kami menempuh langkah hukum dan melaporkan kepada aparat penegak hukum atas berbagai aksi kekerasan dan fitnah yang dilakukan oleh oknum-oknum yang telah mencederai semangat demokrasi kita,” ungkap Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah dalam keterangan, Jumat, (26/6/2020).
Namun demikian, kata dia, sebagai bangsa yang menganut paham kekeluargaan PDIP akan membuka pintu maaf apabila oknum-oknum yang membakar bendera partai dan memfitnah Ketua Umum, punya niat baik untuk mengakui kekeliruannya dan kesalahannya.
“Sedangkan mengenai polemik RUU HIP, sudah sejak awal PDIP hanya menginginkan hadirnya suatu undang-undang yang berfungsi sebagai payung hukum yang dapat mengatur wewenang, tugas dan fungsi BPIP dalam melakukan pembinaan ideologi bangsa,” tegas Basarah.
Oleh karena itu, lanjut Wakil Ketua MPR ini, menginginkan agar nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU-PIP) dan materi muatan hukumnya hanya mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan tentang pembinaan ideologi Pancasila.
“Serta tidak membuat pasal-pasal yang menafsir falsafah sila-sila Pancasila menjadi norma hukum undang-undang karena Pancasila sebagai sebuah norma dasar (grundnorm) yang mengandung nilai-nilai falsafah dasar negara bersifat meta-legal dan tidak dapat diturunkan derajat hukumnya menjadi norma hukum,” papar Basarah.
Apalagi, tegas Basarah, mengatur legalitas Pancasila dalam sebuah hirarki norma hukum apapun lantaran sebagai sumber dari segala sumber pembentukan hukum, tidak mungkin legalitas Pancasila dilegalisir oleh sebuah peraturan perundang-undangan apapun.
“Jika tugas pembinaan ideologi bangsa itu diatur dalam payung hukum undang-undang, maka baik pengaturan atau pembentukan norma hukumnya maupun spektrum pengawasannya akan lebih luas dan representatif, karena melibatkan DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat serta melibatkan partisipasi masyarakat luas jika dibandingkan hanya diatur dalam payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) yang hanya bersifat politik hukum dan diskresi Presiden,” beber Basarah.
Basarah melanjutkan, cara pengaturan lewat undang-undang seperti ini diharapkan dapat menghindarkan diri dari praktek pembinaan ideologi Pancasila di era orde baru dulu yang bersifat “top down” dan indoktrinatif tanpa ruang partisipasi masyarakat luas.
“Dalam proses dan hasil sementara draf RUU HIP oleh Baleg DPR RI dinilai terdapat kekeliruan dan kekurangan harusnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena banyak anggota fraksi partai politik di dalam pembahasan RUU HIP di Baleg DPR RI yang juga harus kita hormati hak bicara dan hak suaranya,” tandas Basarah.
Laporan: Muhammad Hafidh